Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan 'perang' terhadap para importir nakal yang dinilainya, bukan hanya merugikan Negara, tetapi bisa merusak tatanan ekonomi. Oleh karena itu, pihaknya membentuk satuan tugas (satgas) untuk membersihkan oknum-oknum di lingkungan pemerintah dan aparat penegak hukum yang terlibat kolusi dengan importir nakal.
Menteri Keuangan Sri MulyanI Indrawati menegaskan komitmennya untuk membenahi tata kelola impor, dengan membentuk satuan tugas (satgas) untuk membersihkan oknum-oknum di lingkungan pemerintah dan aparat penegak hukum yang terlibat kolusi dengan importir nakal. Menkeu juga sebelumnya menertibkan administrasi kepabeanan dan perpajakan importir yang berisiko tinggi.
Menurut Sri, tantangan pemerintah untuk mengamankan penerimaan negara saat ini cukup mendesak. Satgas yang merupakan kerja sama antara Kementerian Keuangan, TNI, Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) , Kejaksaan Agung, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK, untuk meminimalkan berbagai praktik yang bisa menggerus penerimaan negara tersebut.
“Importir yang berisiko tinggi jumlahnya kurang dari 47% namun bisa merusak tatanan ekonomi. Dari kerja sama ini, diharapkan bisa menutup celah yang selama ini dimanfaatkan oleh importir nakal,” tegas Sri Mulyani di Kantor Bea dan Cukai.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menjelaskan, langkah koordinasi dengan aparat penegak hukum itu merupakan salah satu bagian dari reformasi perpajakan. Selain itu, penertiban importir berisiko tinggi tersebut diharapkan berimplikasi pada berkurangnya volume peredaran barang ilegal. Manfaat jangka panjangnya adalah penerimaan negara bisa optimal dan akurat.
Kerja sama tersebut juga menjadi sinyal keras bagi para petugas Bea dan Cukai atau penegak hukum lainnya yang mencoba berkongsi dengan para importir nakal. Pemerintah, kata dia, tidak segan untuk menindak para pelanggar, jika para importir yang diketahui tidak patuh akan diblokir perizinannya, oknum di lingkungan Bea Cukai bisa saja diberikan sanksi yang cukup berat.
“Jadi ini adalah sinyal bagi dua-duanya, bagi internal pemerintah juga kepada importir nakal,” tegas Sri.
Praktik kongsi antara oknum aparat, lingkungan pemerintah, dengan importir ini kendati dari sisi jumlah tak terlalu banyak namun persepsi yang ditimbulkan akan merugikan pemerintah Indonesia. Adapun jika merujuk APBN 2017, target penerimaan Bea Cukai sebanyak Rp191,23 triliun. Dari total penerimaan itu, penerimaan dari bea masuk ditargetkan senilai Rp33,7 triliun.
Oleh karena itu, selain memberikan sanksi kepada para oknum yang melanggar peraturan, pemerintah juga akan memperketat pengawasan di sejumlah pintu masuk barang ke Indonesia. Sejumlah pelabuhan utama misalya Tanjung Priok, Cikarang, hingga Belawan akan menjadi fokus pemerintah untuk menjaga supaya praktik penyelundupan dan penyalahgunaan dokumen kepabeanan dilakukan oleh para importir nakal.