Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PEREKONOMIAN INDONESIA: Kondisi Global Jadi Tantangan Semester II

Meski perekonomian dunia mulai membaik, tetapi pemerintah tetap waspada dalam memperhatikan sejumlah faktor eksternal yang menjadi tantangan tersendiri dalam prospek ekonomi di semester II/2017.
Menko Perekonomian Darmin Nasution membaca berkas Paket Kebijakan Ekonomi XV di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (15/6)./Antara-Puspa Perwitasari
Menko Perekonomian Darmin Nasution membaca berkas Paket Kebijakan Ekonomi XV di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (15/6)./Antara-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA — Meski perekonomian dunia mulai membaik, tetapi pemerintah  tetap mewaspadai  sejumlah faktor eksternal yang menjadi tantangan tersendiri dalam prospek ekonomi pada semester II/2017.

"Pasalnya, tantangan tersebut  akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar  Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Senin (10/7/2017).

Darmin mengakui  IMF telah menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,4% menjadi 3,5%. “Naiknya sedikit sekali, meski perbaikan ekonomi dunia terjadi, tetapi ada beberapa risiko yang memungkinkan perbaikan itu tidak berlanjut atau tidak sebesar yang terjadi akhir-akhir ini,”  ujar Darmin.

Risiko tersebut yakni proteksionisme perdagangan yang tengah mencuat di dunia dan perekonomian China yang sedang mengalami proses rebalancing.

“Amerika Serikat mulai meninggalkan Quantitative Easing sejak beberapa kuartal terakhir, maka dia pasti masih akan menaikkan Fed Rate. Dengan catatan di pihak lain Eropa dan Jepang masih melanjutkan Quantitative Easing,” imbuhnya.

Tak hanya itu, dampak dari geopolitik juga menjadi resiko yang harus dihadapi. Serta, dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa juga masih akan terjadi.

Semua itu mempengaruhi, meskipun sama dengan kecenderungan global. "Kami perkirakan ada perbaikan di perekonomian kita. Pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2017 sebesar 5,01%, membaik dibanding kuartal I-2016 ataupun kuartal I-2015. Ini menunjukan perekonomiannya sedikit membaik dan konsisten,” pungkasnya.

Selain yang dipaparkan oleh Darmin, ekonom Indef Abra Talattov mengatakan kenaikan fed rate pada semester II dan juga kenaikan penerbitan obligasi pemerintah di pasar global seperti obligasi AS, Jerman, Inggris & Jepang juga menjadi salah satu tantangan ekonomi Indonesia dimana hal itu akan berdampak pada naiknya imbal hasil obligasi Pemerintah.

“Akibatnya, Indonesia harus memperebutkan dana global tersebut dengan menawarkan imbal hasil yang menarik, artinya yield SBN akan naik,” terang Abra.

Menurutnya, naiknya penerbitan SBN domestik tentu akan menyedot likuiditas terutama di sektor perbankan.

Di tengah pertumbuhan kredit yang lambat yakni tumbuh 8,6% (yoy) per Mei 2017, potensi pengetatan likuiditas pada semester II akan memicu kenaikan suku bunga kredit & menekan ekspansi kredit.

Dengan demikian, terangnya, target pertumbuhan ekonomi 5,2% semakin sukar dicapai.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper