Bisnis.com, JAKARTA—Sektor manufaktur Indonesia terkontraksi untuk pertama kalinya dalam empat bulan terakhir. Indeks manufaktur pada bulan Juni berada di angka 49,5 dari sebelumnya 50,6 di bulan Mei.
Indeks di atas 50 mengindikasikan ekspansi manufaktur. Sebaliknya, indeks di bawah 50 menandakan sektor manufaktur tengah mengalami kontraksi.
Ekonom IHS Markit Pollyanna De Lima menyatakan perlambatan kinerja manufaktur dipicu anjloknya permintaan domestik. Penurunan permintaan domestik itu menjadi penyebab pabrikan menahan produksi.
“Pelemahan permintaan domestik memicu penurunan produksi,” ujar dia dalam keterangan resmi, Senin (3/7).
Sebaliknya, permintaan produk manufaktur dari pasar ekspor utama seperti AS dan Eropa justru memperlihatkan tren penguatan.
Sektor industri pengolahan dalam negeri juga menghadapi tekanan inflasi bahan baku. Menurutnya, berbagai bahan baku di Indonesia mengalami lonjakan harga pada bulan Juni. Beberapa di antaranya seperti bahan baku makanan, bahan baku tekstil, bahan kimia, kertas, plastik, dan karet.
Menurutnya, secara umum rata-rata indeks manufaktur Indonesia di kuartal kedua masih berada di wilayah ekspansi. Data itu, ujarnya, memperlihatkan upaya sektor memperkuat kontribusi terhadap produk domestik bruto.
Pelemahan manufaktur Indonesia juga linier dengan anjloknya manufaktur negara-negara anggota ASEAN lainnya. Indeks manufaktur ASEAN juga turun ke angka 50,0 pada bulan Juni, dari posisi 50,5 pada bulan Mei.
Di ASEAN, ekspansi manufaktur hanya dialami empat negara, yaitu Filipina (53,9), Vietnam (52,5), Thailand (50,4), dan Singapura (50,3). Sementara sektor manufaktur negara ASEAN lainnya turut mengalami kontraksi.
Umumnya, negara negara ASEAN turut mengalami penurunan permintaan domestik. Kenaikan permintaan dari pasar ekspor masih berada dalam tren penguatan, tapi pabrikan juga dibayangi tekanan inflasi pada harga bahan baku.