Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gapasdap Minta Aturan Ukuran Kapal Merak-Bakauheni Segera Direvisi

Gapasdap meminta pemerintah segera melakukan revisi atas keluarnya PM 88/2014 tentang Pengaturan Ukuran Kapal Angkutan Penyeberangan di lintas Merak-Bakauheni.
Kendaraan roda empat keluar kapal roro di Pelabuhan Bakauheni, Lampung/Antara
Kendaraan roda empat keluar kapal roro di Pelabuhan Bakauheni, Lampung/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) meminta pemerintah segera melakukan revisi atas keluarnya PM 88/2014 tentang Pengaturan Ukuran Kapal Angkutan Penyeberangan di lintas Merak-Bakauheni.

Pasalnya, pelaku usaha di bidang jasa penyeberangan tersebut merasa keberatan dengan adanya beleid yang mengatur ukuran kapal pada lintas tersebut, yang menyatakan minimal harus 5.000 gross register tonnage (GRT).

Khoiri Soetomo, Ketua DPP Gapasdap, mengatakan bahwa saat ini sebagian besar anggota organisasi itu belum bisa memenuhi persyaratan ukuran kapal itu, sedangkan pada Desember 2018 mendatang beleid tersebut sudah mulai berlaku.

"Kami sangat inginkan kebijakan yang diambil itu lebih mengena, jangan sampai tidak pas. Apalagi di tengah kondisi iklim usaha yang sedang tidak bagus," ujarnya kepada Bisnis.com pada Selasa (6/6).

Khoiri menerangkan para pengusaha dipastikan, tanpa diminta pun, apabila kondisi pasar bagus, sudah barang tentu akan investasi sendiri, termasuk pengadaan kapal ukuran besar.

Akan tetapi, kalau realita bisnis angkutan penyeberangan saat ini yang rata-rata okupansinya hanya 40%, tentu investasi kapal besar tidak feasible.

Sementara, pada sisi lain masih banyak kapal dengan ukuran di bawah 5.000 GRT dan di atas 4.000 GRT yang bisa menampung kendaraan dalam jumlah besar masih diperlukan.

"Kami ingin, tapi dari mana investasinya? Lha, iklim usahanya saja tidak sejalan. Saat ini dengan kapal yang ada, banyak yang masih di bawah 5.000 GRT, rata-rata okupansi kendaraan di siang hari hanya 20% dan malam hari 60%, jadi kalau dirata-rata hanya 40% per bulan. Lalu buat apa kapal yang lebih besar?" paparnya.

Menurut Khoiri, penggunaan kapal ukuran besar atau kecil tersebut tentu mengikuti kondisi yang ada, saat ramai pakai kapal besar dan saat sepi menggunakan kapal yang tidak terlalu besar.

Selain itu, lanjutnya, aturan penggunaan ukuran tertentu tersebut juga tidak ada di industri kapal terbang. "Sementara di industri pesawat yang ada itu hanya imbauan untuk menggunakan pesawat lorong ganda jika peak season. Kalau sedang low season bisa gunakan lorong tunggal. Ini masalah komersial."

Khoiri khawatir kalau hal itu dipaksakan dan operator memaksakan diri pula untuk investasi di kapal besar, di tengah kelesuan usaha, akan mengurangi kualitas standar pelayan minimum yang diberikan kepada masyarakat. Bahkan pada ujungnya bisa mengancam keselamatan angkutan penyeberangan itu sendiri, lantaran operator kesulitan anggaran untuk merawat kapal besar tersebut.

Dia berpandangan kalau soal kemampuan angkut, banyak juga kapal ukuran 4.800 GRT mampu mengangkut kendaraan sebanyak kapal ukuran 5.000 GRT.

"GRT tidak selalu berkorelasi dengan kapasitas angkut kendaraan, karena yang di bawah 5000 GRT tadi ada yang line meternya masih memenuhi kapasitasnya," ucap Khoiri.

Sementara itu, Ketua Gapasdap Cabang Bakauheni Sunaryo mengatakan apabila pemerintah tetap memaksakan beleid itu diberlakukan di tengah sepinya bisnis ini, dipastikan selain pengusaha yang menanggung rugi, pemerintah juga dirugikan.

Pasalnya, biaya terbesar dari penggunaan kapal adalah bahan bakar, sementara kapal roro lintasan Merak-Bakauheni menggunakan bahan bakar yang disubsidi.

Artinya, kata Sunaryo, jika kapal yang memiliki kapasitas besar hingga di atas 100 unit namun hanya mengangkut kendaraan 20 mobil, jumlah pemakaian bahan bakar tetap sama saja besarnya. "Ini berarti ada pemanfaatan BBM bersubsidi yang mubazir. Kami rugi, pemerintah juga rugi."

Menurutnya, justru dengan kondisi iklim usaha yang lesu, pemakaian kapal dengan ukuran yang lebih kecil dari 5.000 GRT lebih tepat, karena mengefisienkan pemakaian bahan bakar.

Saat ini di lintasan Merak-Bakauheni ada 59 kapal, 50% di antaranya memiliki bobot lebih dari 5.000 GT. Sunaryo mengatakan dengan jumlah kapal yang ada tersebut, sebenarnya tinggal melakukan manajemen pengaturan kapal yang beroperasi dengan tepat.

"Ketika angkutan ramai dan padat, prioritas kapal yang beroperasi yang memiliki kapasitas besar. Tapi ketika kondisi sepi, kapal-kapal kecil tentu lebih efisien," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper