JAKARTA – Sebanyak 65 importir kembali diblokir karena terbukti tidak patuh pajak. Pemblokiran tersebut dilakukan, setelah Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai dan Ditjen Pajak melakukan verifikasi terhadap 725 importir berisiko.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, langkah pemblokiran tersebut dilakukan, karena pemerintah sudah sering menginformasikan, sehingga seharusnya sudah setiap aturan sudah dipahami masing-masing importir.
“Makanya, kalau mereka tertata rapi, disiplin, akurat, maka dia akan menjadi otomatis, dia risk-nya menjadi turun sebagai importir, karena track record-nya jelas, alamatnya jelas, barang yang diimpor jelas, kualitasnya jelas, harganya jelas, peruntukannya jelas,” kata Menkeu di Jakarta, akhir pekan lalu.
Namun yang paling penting, kata dia, langkah yang dilakukan pemerintah itu sebenarnya ingin menciptakan situasi supaya semuanya tidak terlalu very high risk. Mereka berharap, semua importir masuk ke jalur hijau atau tidak berisiko.
“Maka mereka akan tau kalau mereka sendiri bisa kita layani dengan baik. Tujuan kita sebenarnya adalah melayani tapi kalau ada grey area, yang mesti sama-sama untuk diatasi,” terangnya.
Adapun, pada fase pertama Ditjen Bea dan Cukai yang bekerja sama dengan otoritas pajak berhasil memblokir 674importir, 30 perusahaan gudang berikat yang tidak menyampaikan SPT. Selain itu, sebagai langkah preventif, mereka telah memblokir izin 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan lebih dari 12 bulan, mencabut izin 50 perusahaan penerima fasilitas gudang berikat, dan 88 penerima fasilitas kawasan berikat.
Upaya penertiban ini dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengguna jasa dan mengamankan fasilitas fiskal. Sehingga diharapkan berdampak pada optimalisasi penerimaan DJBC, perbaikan data statistik impor, dan perbaikan waktu pelayanan (dwelling time).
Selain melakukan langkah tersebut, pemerintah juga semakin menguatkan sinergitas antara Ditjen Pajak dan DJBC. Sinergitas tersebut mencakup pemeriksaan joint program, joint collection, dan joint investigation.
Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai memaparkan, kendati dalam fase kedua sudah memblokir sekitar 65 importir. Namun, otoritas kepabeanan dan otoritas pajak terus melakukan verifikasi ke ratusan importir yang berpotensi berisiko lainnya.
“Sisanya masih terus dilakukan verifikasi, langkah itu utamanya membuat importir tersebut tertip dan patuh. Verifikasi itu dilakukan antara Bea Cukai, Pajak, maupun bersama-sama,” kata Heru.
Dia menambahkan, 65 importir yang diblokir tersebut diketahui tidak patuh membayar pajak. Banyak perusahaan importir yang secara kepabeanan patuh, namun setelah dicek secara perpajakan, mereka ternyata tidak patuh atau tertib membayar pajak.
Sedangkan sesuai data DJBC, untuk 65 tersebu memiliki potensi risiko yang tinggi, sehingga untuk membuktikan hal itu, otoritas kepabeanan kemudian mencocokkannya dengan data pajak, ini merupakan terobosan yang sangat efektif, pasalnya semua celah pelanggaran bisa ditutup.
“Ini juga akan mendatangkan benefit dari sisi penerimaan pajak, karena importir nakal atau yang high risk itu memiliki potensi melanggar perpajakan juga, hal itu terkonfirmasi karena sebagian yang diblokir itu tidak lapor SPT," katanya.