Bisnis.com, JAKARTA - Kilang gas Tuban di Jawa Timur dan Kilang Bontang di Kalimantan masih belum dilanjutkan pembangunannya. Hal ini membuat perhatian serius bagi pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VII Syaikul Islam mengatakan, perhitungan ekonomi proyek Kilang Bontang dan Tuban dinilai kurang menarik. Dia menilai Kilang Bontang memiliki internal rate return (IRR) atau tingkat pengembalian modal yang rendah.
"Komisi VII sudah pernah meninjau dua lokasi kilang tersebut. Secara kesiapan sangat bagus, bahkan untuk Kilanh Bontang insfrastruktur pendukung sudah ada karena menggunakan milik PT.Badak. Tapi hitungan keekonomiaannya kelihatan kurang menarik," katanya menjawab bisnis, Sabtu (20/5).
Dia menjelaskan, rendahnya IRR bisa jadi diakibatkan karena kilang tersebut hanya difokuskan untuk bahan bakar minyak (bbm). Menurutnya, jika terintegrasi dengan petrochemical bisa sangat menarik dan berpotensial secara bisnis.
"Saya pikir, dua mitra Pertamina dalam pembangunan dua kilang tersebut [Kilang Bontang dan Tuban] berfikir ulang atau berubah fikiran," katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, Syaikul berpendapat, pemerintah dan pihak terkait dapat menyusun ulang desain pembangunan kilang. Jika yang menjadi kendala adalah masalah dana, bisa diatasi dengan menarik investor dari luar negeri.
"Harus dilihat persoalannya dulu. Kemarin, waktu Raja Salman ke Indonesia, kenapa tidak jadi investasi ke Pertamina? Tapi justru milih Petronas, itu harus jadi pelajaran," ungkapnya.
Pengamat minyak bumi dan gas dari badan riset Reforminer Institute menanggapi wajar jika Presiden Joko Widodo memberi perhatian khusus terhadap proyek pembangunan kilang yang lambat dibangun.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute mengatakan, regulai pembangunan kilang pada dasarnya sudah ada dan cukup komprehensif.
"Tahapan-tahapan setelah pemenang lelang diputuskan pada dasarnya sudah cukup jelas. Prinsipnya, jika para pihak mengikuti tahapan yang ditetapkan sudah akan sangat membantu percepatannya [pembangunan kilang]," katanya, saat dihubungi bisnis.
Menurutnya, bisa saja, pemerintah juga menjadi penyebab lambatnya pembangunan itu. Karena pihak eksekutif memiliki peran sebagai pengontrol.