Bisnis.com, JAKARTA — PT Hutama Karya (Persero) mengusulkan proyek tol Kualatanjung-Tebingtinggi-Parapat yang menjadi akses Kawasan Strategis Pariwisata nasional (KSPN) Danau Toba menjadi proyek yang dibiayai dengan skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).
Direktur Pengembangan dan Investasi PT Hutama Karya Putut Ariwibowo mengatakan, alasannya mengajukan tol sepanjang 143 kilometer itu menjadi proyek PINA adalah karena tol tersebut dinilai memiliki tingkat keekonomian yang lebih tinggi dibandingkan dengan ruas Trans Sumatera lainnya. Menurutnya saat ini Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melakukan kajian terhadap opsi tersebut.
“Saya sudah lapor ke Bapak Bambang Brodjonegoro dan sekarang masuk ke tahap konsultasi dengan skema PINA,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Menurutnya, skema PINA dapat menjadi skema alternatif untuk memenuhi kebutuhan terhadap pembiayaan proyek Trans Sumatera. Selama ini, perseroan mengandalkan Penyertaan Modal Negara (PMN), pinjaman perbankan, dan penerbitan obligasi sebagai strategi pendanaan.
Adapun dalam tol Kualatanjung-Tebingtinggi-Parapat, PT Hutama Karya membentuk konsorsium dengan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk dengan masing-masing kepemilikan sebesar 40%, 30% dan 30%. Perjanjian pengusahaan jalan tol dengan nilai investasi sebesar Rp13,4 triliun itu telah diteken pada Februari lalu, dan saat ini tengah dalam proses penetapan lokasi oleh Gubernur Sumatra Utara.
“Sekarang didefinitifkan dulu penetapan lokasi karena terkait pembebasan lahan sambil menyelesaikan pendanaan untuk ruasnya,” ujarnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pihaknya tengah menuntaskan kajian untuk menentukan proyek-proyek infrastruktur yang akan dibiayai dengan skema PINA tahap kedua.
Sebelumnya pada tahap pertama, skema PINA telah memfasilitasi pembiayaan ekuitas melalui divestasi saham PT Waskita Toll Road senilai Rp3,5 triliun kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Taspen untuk pembiayaan 17 proyek tol, terutama Trans Jawa.
“Masih ada tollroad yang membutuhkan dukungang pembiayaan, kemudian ada pembangkit listrik dan tangki penimbunan minyak atau BBM. Untuk sementara fokus di tiga [proyek] itu,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah masih menggunakan pendekatan pembiayaan ekuitas dalam skema PINA tahap kedua ini, untuk memperkuat modal perusahaan yang mengerjakan proyek.
Saat ini kajian yang dilakukan meliputi jumlah dana yang dibutuhkan dan kelayakan proyek infrastruktur. Meski demikian, dia menambahkan pemerintah masih mencari instrumen keuangan jangka panjang yang dapat membuat investor lebih nyaman dalam menanamkan investasinya melalui PINA.
“Jadi [investasinya] tidak langsung, tetapi tetap mendatangkan return buat mereka dan memperkuat modal,” ujarnya.
Menurutnya, perusahaan pengelola dana jangka panjang masih menjadi investor paling potensial yang tengah dibidik pemerintah untuk melakukan PINA tahap kedua.Berdasarkan data bappenas, perusahaan nasional yang potensial menjadi investor antara lain BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan Jasa Raharja serta dana pensiun Bank Indonesia, PLN, Pertamina, Telkom dan Perkebunan.