Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha menilai kebijakan pemerintah yang akan memberikan insentif fiskal kepada pengembang energi baru terbarukan untuk penjualan listrik energi baru terbarukan berpotensi mengangkat iklim investasi.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Suryadharma mengatakan, beleid itu merupakan alternatif bagi pihak eksekutif yang tidak ingin mencabut regulasi tersebut.
“Jika Permen 12/2017 tidak akan dicabut, maka [pemerintah] perlu evaluasi ulang faktor apa saja yang perlu dilakukan. Termasuk berupa insentif pajak dan lain-lain. Yang pasti, perlu adanya kajian agar investasi tetap menarik,” katanya menjawab bisnis, Kamis (27/4).
Surya mengatakan, bagi pengembang tingkat pengembalian ditentukan oleh harga yang memiliki nilai keekonomian. Selain itu, insentif baik fiskal maupun non fiskal juga menjadi penentu dalam pengembalian dan untuk menaikkan tingkat investasi.
Namun, tanpa insentif, iklim investasi di bidang energi baru terbarukan akan melemah. Karena terganjal Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no.12/2017 tentang Pemanfataan Sumber Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga listrik.
Pasalnya, harga beli listrik energi baru terbarukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dibatasi maksimum 85% dari biaya pokok roduksi (BPP) listrik di setiap wilayah. Kementerian ESDM akan memberikan kebijakan fiskal kepada pengembang seperti pemotongan pajak. Namun, hal ini masih dikaji dengan para pemangku kepentingan.
Selain itu, Surya juga meminta pemerintah menerapkan sistem administrasi, seperti periinan yang mudah dan tidak terkesan berlarut-larut.