Bisnis.com, JAKARTA—Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan, prospek pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan Pasifik masih akan melaju positif selama tiga tahun ke depan.
Permintaan domestik yang kuat, pemulihan bertahap ekonomi kawasan ini, dan ditambah oleh pulihnya harga komoditas global, menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi kawasan ini.
Selain itu, kemiskinan di wilayah ini kemungkinan akan terus turun, didorong oleh pertumbuhan yang berkelanjutan dan meningkatnya pendapatan tenaga kerja.
Bank Dunia dalam laporannya yang bertajuk East Asia and Pacific Economic Outlook pada April 2017 menyebutkan, produk domestik bruto (PDB) Asia Timur dan Pasifik dengan menyertakan China akan tumbuh 6,5% pada tahun ini atau turun dari 2016 sebesar 6,7%, dan lalu melambat menjadi 6,3% pada 2018.
Pelambatan yang terjadi tersebut diperkirakan akan terjadi lantaran China masih akan terus berusaha menyeimbangkan ekonominya di tega reorientasi ke sektor jasa dan konsumsi dari yang awalnya berbasis manufaktur.
Sementara itu, proyeksi PDB Asia Timur dan Pasifik tanpa menyertakan China justru diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang stabil. PDB kawasan ini pada 2017 diprediksi akan tumbuh 5,0% atau meningkat dari tahun lalusebesar 4,9%.
Adapun untuk 2018 pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut akan mencapai 5,1% dan berlanjut menjadi 5,2% pada 2019.
“Kebijakan pemulihanbertahap dalam prospek ekonomi global telah membantu mengembangkan ekonomi Asia Timur dan Pasifik mempertahankan pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan,” kata Victoria Kwakwa, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Kamis (13/4/2017)
Dia melanjutkan, untuk mempertahankan hal tersebut setiap negara diharapkan mampu mengurangi kerentanan fiskal sekaligus meningkatkan kualitas belanja publik dan mendorong integrasi global dan regional.
Di Indonesia sendiri, ekspansi kredit dan harga minyak yang lebih tinggi akan membantu perekonomian tumbuh 5,2% pada 2017, atau naik dari 5% pada 2016. Pertumbuhan itu akan berlanjut pada 2018 yang diperkirakan akan mencapai 5,3% dan 5,4% pada 2019.
Namun demikian, sentimen global diperkirakan masih akan membayangi prospek ekonomi kawasan ini. Sentimen tersebut berupa proses normalisasi moneter di AS, ancaman proteksionisme perdagangan di beberapa negara maju, dan pertumbuhan tingkat utang yang terlampau tingi di beberpa negara Asia Timur.
“Meskipun prospek yang menguntungkan, kekuatan ekonomi wilayah ini tergantung pada pembuat kebijakan untuk menyesuaikan diri dengan ancaman ketidakpastian global ada pasalnya sentimen global akhirnya akan berdampak ke dalam negeri,” kata Sudhir Shetty, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik.
Menurutnya para pembuat kebijakan harus memprioritaskan strategi menangkal risiko global, serta menjaga pertumbuhan ekspor. Upaya lain juga harus dilakukan untuk memperkuat kebijakan dan kerangka kerja institusional untuk memacu peningkatan produktivitas.