Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pelaku usaha peralatan elektronik di dalam negeri menginginkan pemerintah lebih menata arus impor. Pasalnya, impor home appliance telah mencapai 50% dan menyebabkan produsen elektronik tidak leluasa melakukan ekspansi produksi.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Ali Soebroto mengungkapkan skala ekonomi produsen peralatan elektronik nasional memang cenderung stagnan sehingga sulit untuk masuk ke pasar ekspor.
“Sulit untuk meningkatkan daya saing ekspor kecuali memang demand pasar dunia yang meningkat sehingga kita bisa masuk [ekspor ke pasar global]. Tapi tahun lalu itu misalnya, demand ekspor mahal turun. Kita memang belum kuat dalam hal ini,” jelas Ali di Jakarta, Senin (10/4).
Ali menjelaskan terkait daya saing, permintaan di pasar global memang terus meningkat setiap tahunnya, namun industri elektronik nasional belum dapat menangkap peluang tersebut.
Menurutnya, peningkatan kapasitas produksi seharusnya diasah di dalam negeri dengan terus memproduksi peralatan elektronik untuk pasar nasional. Kendati demikian, di pasar lokal, industri pun harus bersaing dengan banjirnya produk-produk impor.
Data yang dihimpun Kementerian Perindustrian menunjukkan ekspor hasil industri sejumlah sektor mengalami penurunan, termasuk industri elektronik. Kemenperin mencatat pada 2016 lalu, nilai ekspor industri komputer, barang elektronik, dan optik secara agregat yaitu US$5,85 miliar.
Angka itu merosot 8,53% dari capaian tahun 2015, dan merupakan penurunan ekspor terbesar ketiga setelah industri pengolahan batu bara dan industri pencetakan dan reproduksi media rekaman. Jika di rata-ratakan dalam 5 tahun terakhir, ekspor industri elektronik telah turun di kisaran 2%.
Menurut catatan Gabel, saat ini 50% dari barang elektronik kebutuhan masyarakat Indonesia merupakan barang impor. sebagian besar dari barang tersebut yaitu kulkas, televisi, dan mesin cuci. Adapun, negara asal impor terbesar adalah China.