Bisnis.com, JAKARTA - Sistem pendidikan di Indonesia belum bisa memasok kebutuhan tenaga kerja terampil industri manufaktur yang diproyeksikan 600.000 orang per tahun.
Plt. Sekjen Kementerian Perindustrian, Haris Munandar, mengatakan perusahaan yang baru memulai operasi produksi di Indonesia atau perusahaan lama yang berencana ekspansi sering kali kesulitan memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil untuk menjalankan pabrik mereka.
“Ada industri yang sudah dibangun, ternyata kebutuhan tenaga kerjanya tidak terpenuhi. Industri existing juga begitu. Butuh banyak, tetapi tenaga kerja tidak tersedia,” ungkapnya.
Haris mencontohkan kendala yang dihadapi oleh Parkland Wood dalam merealisasikan rencana investasi pendirian pabrik sepatu olah raga di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang direncanakan mempekerjakan 15.000 orang. Perusahaan asal Korea Selatan tersebut kesulitan mencari tenaga kerja terampil untuk dipekerjakan dari wilayah sekitar.
Kemenperin telah berusaha membantu memenuhi kebutuhan Parkland Wood lewat program pendidikan dan pelatihan, namun masih belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan perusahaan.
“Akhirnya mereka menarik tenaga kerja yang bekerja di industri furnitur. Pelaku industri furnitur jadi mengeluh kesulitan cari pekerja. Itu juga masih belum cukup,” kata Haris.
Permasalahan tersebut coba diatasi pemerintah lewat program pendidikan dan pelatihan vokasional pemerintah bertujuan mengatasi permasalahan kelangkaan tenaga kerja terampil bagi industri manufaktur.
Program vokasional ditargetkan menciptakan lebih dari satu juta tenaga kerja terampil tersertifikasi sepanjang 2017-2019.
Sebanyak 845.000 dari target tersebut rencananya dihasilkan oleh SMK, sisanya merupakan produksi dari program pelatihan jangka pendek, pendidikan vokasional Kemenperin, dan sertifikasi kompetensi tenaga kerja industri.