Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MENDULANG REZEKI: Mengintip Strategi Eti Rohayati, Eks TKI

Alfa mungkin bisa dibilang sedikit orang yang beruntung mencicipi pekerjaan di luar negeri. Meski dia tidak memimpikan untuk bekerja di luar negeri, setidaknya pekerjaannya tersebut cukup memberikan kesejahteraan secara ekonomi.
./.Bisnis
./.Bisnis

Alfa mungkin bisa dibilang sedikit orang yang beruntung mencicipi pekerjaan di luar negeri. Meski dia tidak memimpikan untuk bekerja di luar negeri, setidaknya pekerjaannya tersebut cukup memberikan kesejahteraan secara ekonomi.

Berbeda dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang kebanyakan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi, Alfa menjadi seorang akuntan di perusahaan logistik terkemuka.

Latar belakang pendidikan D3 di Universitas Padjajaran dengan jurusan akuntansi memang membuatnya berbeda dengan TKI informal atau TKW yang bekerja di Arab Saudi.

Mengutip data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), jumlah TKI yang memiliki pendidikan Diploma hanya 70 orang atau 0,47% terhadap total TKI pada Januari 2017. Ini berarti, Alfa merupakan salah satu dari 0,47% orang yang berlatar belakang D3 yang bekerja sebagai TKI.

Sebelum diterima bekerja di Arab Saudi, tepatnya di Kota Jeddah, Alfa memiliki pengalaman sebagai akuntan di beberapa perusahaan multifinance di Bandung.

Namun, karena merasa kapasitasnya tidak dimanfaatkan maksimal di perusahaan tersebut, dia memutuskan untuk mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lainnya.

Gayung bersambut, ketika mengetahui ada lowongan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan pengalaman sebelumnya, Alfa tak ragu untuk melamarnya.

Pertimbangan utama ketika memilih perusahaan logistik yang berbasis di Arab Saudi murni karena faktor gaji yang ditawarkan.

“Faktor lainnya karena saya beragama Islam, saya ingin melihat Kabah. Sebenarnya gajinya besar, tetapi kebutuhan hidup di sana juga besar,” katanya.

Pengalaman Alfa tersebut memang tidak bisa dikatakan sebagai potret TKI di luar negeri karena mayoritas TKI yang bekerja di luar negeri hanya memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni 6.025 orang atau 40,59% pada Januari 2017. Minimnya latar belakang TKI memaksa mereka menempati the lowest level dalam piramida pekerjaan di luar negeri.

Lebih parahnya, lemahnya pengawasan pemerintah juga memberikan kesempatan bagi agen TKI untuk bermain di ranah ‘belakang’ dengan mengirimkan para TKI ke luar negeri tanpa adanya dukungan dokumen dan kapasitas yang memadai.

“Tidak ada perubahan komposisi angkatan kerja. Dalam program kerja kementerian terkait, bahkan tidak ada kebijakan transformasi pendidikan. Jika transformasi ini tidak segera dilakukan, sampai kapanpun Indonesia akan menempati pekerjaan dengan level terendah di luar negeri,” ucap Direktur Migrant Care Institute Muhammad Adi Candra.

Bahkan, dirinya menambahkan pengiriman TKI ilegal ke Timur Tengah sudah menggunakan modus baru yakni TKI rental. Para TKI tersebut pergi ke luar negeri dengan menggunakan visa umroh, mengunjungi keluarga, dan bahkan visa cleaning service untuk menyamarkan modus kepergiannya.

Namun, di balik kisah sedih dan getir para TKI illegal yang mengalami penyiksaan oleh majikan, dipulangkan paksa oleh pemerintah di luar negeri (deportasi), atau bahkan harus meninggal di tengah lautan ketika berniat untuk bekerja di luar negeri, masih banyak kisah sukses para TKI yang harus menjadi teladan bagi Indonesia.

Rofi Uddarojat, Peneliti Center for Indonesia Policy Studies (CIPS), mengungkapkan persoalan migrasi di Indonesia memang tidak terelakkan karena kebutuhan kerja tidak berbanding lurus dengan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat.

Data World Bank menunjukkan remitansi telah mengurangi angka kemiskinan hingga 26,7% sepanjang 2000-2007. Masyarakat Indonesia juga diuntungkan dengan adanya migrasi tenaga kerja karena remitansi TKI telah berkontribusi sebesar Rp97,48 triliun dalam menunjang perekonomian di daerah.

“Saya rasa mereka butuh penghargaan, ada paradigma yang harus diubah. Yang perlu dipahami, dalam proses migrasi tenaga kerja, mereka mendapatkan tambahan pengetahuan, kesempatan bertukar budaya, sampai bahasa,” tekannya.

Rofi mengungkapkan cukup banyak para mantan TKI yang berhasil membangun bisnisnya sendiri dengan bekal pengetahuan dan modal yang dimiliki saat bekerja menjadi TKI. Dirinya mengambil contoh Filipina, dengan struktur pekerjaan yang serupa dengan kondisi di Indonesia, negara itu berhasil mengangkat derajat TKI-nya.

Bahkan, Filipina memiliki Hari Pekerja Migran yang dirayakan 7 Juni setiap tahunnya. Hal tersebut merupakan penghargaan yang diberikan Pemerintah Filipina kepada pekerja migran Filipina.

Eti Rohayati, eks TKI, yang saat ini memiliki bisnis rias pengantin dan kredit furnitur ini juga menilai pengalamannya sebagai TKI di Jeddah selama satu tahun memberinya beragam manfaat ketika menjalankan bisnisnya saat ini.

“Kebetulan dulu, saya mendapat majikan yang sangat baik. Tugas saya itu hanya mengurus orang tua. Ya namanya orang tua, sering rewel. Motivasi saya bekerja di Jeddah adalah untuk mengumpulkan modal berbisnis di Indonesia,” jelasnya.

Setelah pulang dari Arab, saya bertekad untuk mengembangkan bisnis sendiri. Melihat tidak adanya jasa rias pengantin di Purwakarta, Eti memberanikan diri untuk menekuni bisnis ini. Bermodal gajinya selama di Arab dan pinjaman dari suami, bisnisnya saat ini sudah memiliki omzet hingga Rp50 juta tiap bulannya. Pada tahap awal, dirinya hanya fokus menjalani bisnis rias pengantin, tapi karena potensi yang bagus, bisnisnya mulai merambah untuk menyewakan alat-alat di pesta pernikahan.

Dirinya mengaku kehidupan ekonominya jauh lebih baik ketimbang saat bekerja di Arab Saudi sehingga Eti tidak berkeinginan untuk kembali bekerja di luar negeri.

“Sudah cukup pengalaman saya bekerja di luar negeri. Purwakarta bisa dibilang sebagai kantong TKI di Jawa Tengah, tetapi tidak banyak TKI yang tertarik menjalankan bisnis di sini,” ucapnya.

Menurutnya, mereka kebanyakan terjebak dengan pekerjaan sebagai pengasuh orang tua, atau pembantu di Arab Saudi, dan enggan untuk berwirausaha di Indonesia. Ketika mereka sudah kembali di Indonesia dan uang sudah habis, opsi menjadi TKI akan terus berulang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper