Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan pengusaha menganggap putusan KPPU soal persekongkolan penetapan harga Yamaha dan Honda tidak bulat dan kuat, jika berlandaskan bukti pertemuan dan kenaikan harga beriringan dalam periode tertentu.
Setidaknya, ada lima poin yang diajukan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) atas Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atas Perkara No.04/KPPU-I/2016 yang dipimpin oleh Ketua Majelis Komisi Tresna Priyana Soemardi memutuskan menyatakan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No.5/1999.
Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengungkapkan, Komisi baiknya lebih berhati-hati dan tidak membuat gampang pembuktian dalam suatu perkara, mengingat dampaknya langsung pada ekonomi dan kontraproduktif iklim usaha nasional.
Dia menjelaskan, jika memang PT YIMM dan PT AHM melakukan kartel, seharusnya mereka dapat mempertahankan pasar masing-masing, dan tidak saling mengambil pangsa pasar. Menurutnya, dengan adanya promosi yang dilakukan masing-masing produsen, ditambah dengan perang harga, sulit melihat para terlapor melakukan persengkokolan anti persaingan.
“Kartel itu menghindari perang harga, dan tidak saling menggangu pasar. Tapi, kalau saling mengganggu, dan melakukan promosi besar-besaran, apakah hal tersebut disebut persekongkolan,” tuturnya, Selasa (21/2).
Pihaknya juga diminta menunjukan secara tegas, pendapatan profit yang berlebih jika dua produsen kendaraan roda dua ini melakukan persekongkolan. Tidak sampai di situ, idealnya, kartel melakukan eksploitasi kepada konsumen, tetapi majelis juga dianggap tidak bisa membuktikan dengan penelitian yang kuat.
Sutrisno menambahkan kenaikan harga secara beriringan, dalam teori kartel, disebut sebagai consensus action, tetapi juga tidak otomatis disebut kartel. Kenaikan harga yang bersamaan juga melihat dampak eksternal, dan dalam perkara Yamaha – Honda memiliki time leg.
“Kenaikan harga itu hanya sebuah indikator, dan bukan bukti kesepakatan. Sekarang penting, Komisi menunjukkan bukti perjanjian, karena tidak boleh menduga-duga,” ujarnya.
Bukti yang ditarik KPPU, seperti pertemuan di lapangan golf dan email internal juga menjadi pertanyaan besar. Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata menganggap pertemuan eksekutif banyak terjadi di lapangan golf, tetapi sangat sumir bahwa aktivitas tersebut dianggap pertemuan kesepakatan.
Sebagai pesaing, memang sewajarnya produsen mengamati gerak-gerik pesaingnya, dan bahkan mengikuti cara bermainnya. “Mengikuti dan memonitor, pun juga tentang harga. Kalau mereka pasang harga A, kenapa kita tidak pasang harga A plus,” ungkapnya.
Putusan yang dijatuhkan KPPU, lambat laun akan memengaruhi usaha para terlapor di pasar internasional, khususnya ekspor. Pasalnya, industri di dunia sangat perhatian dengan dugaan anti persaingan.
Hanya saja, pihaknya menghormati dan mengharapkan para terlapor menjalankan haknya untuk melakukan gugatan keberatan. “Yang jelas di lingkup AISI tidak ada kartel, malah kami bercengkerama untuk kemajuan industri nasional,” tambahnya.
Baik PT YIMM dan PT AHM akan melakukan gugatan keberatan, atas putusan Komisi. Kuasa Hukum PT YIMM Rikrik Rizkiyana mengatakan dasar pertimbangan majelis komisi menjatuhkan denda maksimal dinilai tidak masuk akal. Dalam putusannya, majelis menilai PT YIMM memanipulasi data harga penjualan skuter matik pada 2013.
"Jadi unsur manipulatif kami ini di mana, tidak ada pembandingnya. Kami juga bisa bilang kalau data dari kami telah dimanipulasi oleh KPPU sedemikian rupa," tuturnya.
General Manager Corporate Secretary and Legal PT Astra Honda Motor Andi Hartanto megnanggap putusan KPPU ini, belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht dan terbuka bagi terlapor untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan hukum di proses pengadilan selanjutnya.
“Ini kan mereka sendiri yang menyelidiki, dan memutuskan. Karena menurut kami memang tidak ada kartel, tentu akan ada upaya ke Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung,” tuturnya.