Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bulog Tuai Kritik Karena Akuisisi Pabrik Gula

Pasalnya, langkah tersebut ditempuh di tengah performanya yang buruk dalam menstabilkan harga pangan termasuk gula.
Ilustrasi/bisnis.com
Ilustrasi/bisnis.com

JAKARTA- Aksi korporasi yang dilakukan Perum Bulog mengakuisisi pabrik gula PT Gendhis Multi Manis (GMM) menuai kritik sejumlah kalangan. 

Pasalnya, langkah tersebut ditempuh di tengah performanya yang buruk dalam menstabilkan harga pangan termasuk gula.

Ketua BUMN Watch, Naldy Nazar Haroen menuturkan, sebagai badan yang tugas utamanya menjaga stabilisasi harga komoditi, Bulog semestinya hanya berperan untuk mendistribusikan komoditi, bukan justru menjadi pelaku industri dengan memiliki pabrik gula.

Menurutnya, akusisi tersebut menunjukkan Bulog justru lebih fokus bergerak di bidang industri dan memilih sebagai pemain, bukan lagi stabilisator harga.

“Kasi korporasi itu bisa dilakukan BUMN lainnya, karena Bulog semula dibentuk untuk menditribusikan bahan pangan dan stabilisator harga, ” katanya kepada wartawan, Rabu (8/2) seperti dikutip Antara

Dia menekankan, bentuk Bulog sendiri bukanlah seperti perusahaan BUMN komersial lainnya yang dituntut mengejar untung sebesar-besarnya. Ada peran sosial yang harus dilakukan oleh Bulog yang membeikan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. 

Seperti diketahui, Perum Bulog akhir tahun lalu mengakuisisi 70% saham PT Gendhis Multi Manis (GMM), perusahaan pabrik gula di Blora, Jawa Tengah senilai Rp77 miliar. Bulog beralasan, nantinya produk gula yang dihasilkan akan dipasok ke Bulog untuk dijadikan cadangan nasional. Cadangan itu dapat digunakan untuk intervensi pasar saat harga gula tinggi. 

Langkah akuisisi ini dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan peran serta fungsi awal Bulog, karena diduga akan ada permainan dalam proses importasi gula. “Bulog sekarang fungsinya tumpang tindih antara produsen, regulator, dan stabilisator,” ujarnya.

Kapasitas PT GMM saat ini tercatat mencapai 6.000 ton tebu per hari. Selama ini PT GMM mendapatkan bahari baku dari tebu rakyat. Namun, melihat pada tahun 2016 Bulog mengimpor 260.000 ton gula mentah dan digiling di pabrik gula swasta, dengan akusisi PT GMM, Bulog mengaku dapat mengolah gula mentah impor di PT GMM.

Senada dengan Naldy, Komisoner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kamser Lumbanradja juga mempertanyakan akusisi PT GMM oleh Bulog, lantaran dinilai sebagai perusahaan “sakit”. “Jadi begini, pertanyaan kita kepada Bulog, mau diapakan sebenarnya PT Gendhis ini karena perusahaan ini belum bisa menstabilkan, karena dia sendiri sedang kesulitanJadi, harus ditanyakan ke Bulog, perusahaan ini mau dibuat jadi," ujarnya.

KPPU mengaku masih membutuhkan data yang jelas mengenai seberapa besar kemampuan produksinya dan penbgaruhnya terhadap stok cadangan gula nasional. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, baru dapat ditentukan efektif atau tidaknya pembelian saham pabrik ini dan apakah ada indikasi Bulog mencari untung sebesar-besarnya dalam bisnis gula. “Kalau kapasitas sudah tinggi, tapi harga tidak turun-turun berarti benar PT Gendhis ini dibuat untuk mencari untung sebesar-besarnya,” ucapnya. 

Menyikapi isu ini, Wakil Ketua Komisi VI Azam Azam Natawijana mengatakan akan meminta klarifikasi kepada pihak-pihak terkait. “Kami akan mempertanyakan kepada Menteri Keuangan terkait pembeli PT Gedhis Multi Manis ini. Berapa nilai pastinya pembelian itu. Fungsinya untuk apa sehingga dibeli oleh Bulog?,” ujarnya. 

Wakil Ketua Komisi VI lainnya Inas Nasrullah Zubir bahkan menegaskan, Bulog tidak layak mengakuisisi 70 persen saham PT Gendhis Multi Manis. Meski, ia meyakini pembelian tersebut melewati aturan yang berlaku. “Ini bukan permasalahan boleh atau tidak boleh membeli pabrik. Tapi pembelian saham ini berkaitan pada patut tidak patutnya Bulog membeli saham. Karena Bulog tidak patut melakukan hal ini,” ucap Inas.

Menurutnya, Bulog tidak perlu mengakuisisi saham pabrik gula, mengingat pemerintah memiliki PT  Perkebunan Nusantara (PTPN) yang khusus menangani bisnis tersebut. 

“Tidak perlu Bulog mengurusi hal ini. Karena banyak PTPN yang dapat mengerjakan masalah ini. Apalagi, belakangan banyak PTPN yang akan ditutup. Nah, seharusnya mereka saja (PTPN) yang mengambil alih,” imbuhnya.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper