Bisnis.com, DENPASAR—Pelaku usaha di Bali diminta mencermati terjadinya pelemahan optimisme konsumen yang ditunjukkan pada triwulan IV/2016, indeks tendensi konsumen berada di angka 100,57, lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 109,98.
Kepala BPS Bali Adi Nugroho menyampaikan penurunan tersebut perlu disikapi dengan baik, karena angka penurunannya sangat dalam dan tercatat sebagai indeks tendensi konsumen (ITK) terendah jika dibandingkan dengan periode yang sama sejak 2011 hingga 2015.
“Perlu dikaji lebih lanjut apa penyebabnya. Tahun ini di bawah kenyamanan tingkat masyarakat nasional, tidak pernah terjadi sebelumnya,” ungkapnya, Senin (6/2/2017).
Dia menjelaskan jika dilihat dari komponen penyusunannya, pelemahan ITK tersebut dipengaruhi oleh inflasi terhadap pengeluaran rumah tangga yang tercatat sebesar 90,75. Meskipun inflasi triwulanan mengalami perlambatan, tetapi dampak peningkatan inflasi inti masih dominan.
Pada Januari 2017, inflasi Bali tercatat sebesar 1,46%, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian nasional serta lebih tinggi dari proyeksi Bank Indonesia Perwakilan Bali. Inflasi di Pulau Dewata didorong oleh kelompok transportasi, komunikasi dan keuangan yang selama beberapa periode terakhir justru lebih banyak menahan kenaikan harga.
Rendahnya tingkat optimisme masyarakat terhadap inflasi ikut mendorong pelemahan indeks konsumsi menjadi 106,15, dari triwulan sebelumnya 117,48, dan indeks pendapatan dari 115,04 menjadi 103,46. Adi memaparkan dari indeks tersebut diketahui bahwa masyarakat Bali sebenarnya masih nyaman dengan tingkat konsumsi mereka, hanya saja kenyamanannya berkurang.
Jika dijabarkan lebih lanjut, penurunan indeks konsumsi terjadi untuk konsumsi pakaian, hiburan, dan akomodasi. Adapun untuk indeks pendapatan, konsumen masih nyaman sekalipun pendapatannya tidak sesuai dengan yang dibayangkan sebelumnya.
Pelemahan indeks pendapatan itu diprediksi dipengaruhi menurunnya jumlah kedatangan wisman pada triwulan akhir tahun lalu. Selain itu, pada triwulan sebelumnya indeks bisa lebih tinggi disebabkan oleh faktor cairnya THR dan gaji ke-13.
Adi mengungkapkan ITK Bali pada triwulan lalu juga tercatat jauh lebih rendah dibandingkan saat prediksi sebelumnya, di mana tingkat optimisme masyarakat sebesar 105,88. "Biasanya masyarakat Bali memang selalu optimistis dan hasilnya tidak terpaku jauh dengan prediksi."
Sementara itu, Kepala Tim Assesment Ekonomi Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali Teguh Setiadi menilai sebenarnya ITK di atas 100 menunjukkan masyarakat masih optimistis.
Menurutnya, jika merujuk hasil survei BPS, masalah inflasi perlu mendapatkan perhatian lebih, karena dampaknya terhadap ITK. Dia menilai ketersedian dan keterjangkuan kebutuhan bahan pokok perlu diantisipasi agar tingkat optimisme masyarakat masih terjaga.
“Kalau diperhatikan salah satu faktor yang membuat ITK melemah karena dari sisi inflasi. Meskipun sisi inflasi nasional turun, tetapi di Bali agak meningkat walaupun tidak signifikan tetapi itu sangat mempengaruhi,” jelasnya.