Bisnis.com, JAKARTA--Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno telah mengeluarkan surat keputusan pemberhentian Dwi Soetjipto sebagai direktur utama dan Ahmad Bambang sebagai wakil direktur utama. Yenni Andayani menjabat Direktur Gas di Pertamina ditunjuk sebagai pengganti Dwi Soetjipto.
Meski terjadi pergantian pucuk pimpinan, kinerja PT Pertamina (Persero) dipastikan tak akan terganggu.
Usai menghadiri jumpa pers, Yenni mengatakan pergantian posisi tak akan mempengaruhi kinerja. Menurutnya, rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) sudah ditetapkan dan dia meyakini direksi di masing-masing lini usaha telah mengetahui tugasnya.
Terdapat beberapa jabatan di bawah posisi direktur utama. Di antaranya, Direktur Keuangan Arief Budiman yang ditunjuk bersamaan dengan Yenni, Ahmad Bambang dan Dwi Soetjipto oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla pada 28 Oktober 2014.
Selain itu, terdapat Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Rachmad Hardadi yang baru ditetapkan pada Oktober 2016. Kemudian, terdapat Direktur Hulu Syamsu Alam, Direktur Hilir M.Iskandar, Direktur Pengolahan Toharso dan Direktur Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi dan Umum Dwi Wahyu Daryoto.
"Saya kira masing-masing direksi juga sudah sangat paham apa yang harus dilakukan dan pesannya jelas kita harus melakukan sustainability kita untuk 2017 ini," ujar Yenni usai menghadiri jumpa pers di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Pada 2017, Pertamina menargetkan untuk melakukan investasi sebesar US$6,67 miliar. Dengan peningkatan kinerja operasional, efisiensi di segala lini dan memperhatikan tren perkembangan harga minyak dunia, Pertamina menargetkan laba bersih perusahaan pada tahun 2017 sekitar US$3 miliar.
Target laba bersih 2017 ditarget naik 6% menjadi US$3,04 miliar dibandingkan prognosa 2016 sebesar US$2,88 miliar ditopang proyeksi kenaikan pendapatan yang melonjak 15% menjadi US$42,59 miliar dibandingkan prognosa 2016 sebesar US$37,03 miliar.
RUPS Pertamina juga memutuskan laba bersih sebelum pajak, depresiasi dan amortisasi naik 6% menjadi US$7,43 miliar dari sebelumnya US$6,98 miliar. Sementara EBITDA Margin turun 8% dari 18,9% menjadi 17,4%. Adapun belanja modal turun 6% menjadi US$6,67 miliar dibandingkan prognosa 2016 sebesar US$6,90 miliar.
Pada tahun lalu, perseroan mencatatkan capaian produksi migas sebanyak 656.000 barel setara minyak per hari (boepd) terdiri dari 313.000 barel per hari (bph) minyak dan 1,99 bscfd gas. Tahun ini, Pertamina menaikkan target produksi migasnya menjadi 669.000 boepd migas yang terdiri dari 333.000 bph minyak dan 2,08 bscfd gas.
Adapun, kapasitas panas bumi Pertamina tahun ini ditargetkan mencapai 617 MW bertambah signifikan dibandingkan dengan 2016 sebesar 512 MW karena tuntasnya beberapa proyek panas bumi perusahaan. Dari aspek pengolahan, Pertamina bertekad untuk dapat meningkatkan keandalan kilang dengan mengurangi unplanned shutdown juga meningkatkan yield valuable product. Tahun ini Pertamina menaikkan target yield valuable product menjadi sekitar 79%, lebih tinggi dari target yang telah dicanangkan dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2017 sekitar 77%.
Selain itu, megaproyek pengolahan dan petrokimia juga akan memulai tahapan yang signifikan tahun ini dengan akan dilakukannya peletakan batu pertama beberapa proyek kilang, yaitu Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, dan Kilang Tuban. Ketiganya ditargetkan selesai dalam rentang waktu 2019, 2021, dan 2022 dengan hasil produksi yang memenuhi spesifikasi Euro 5.
Pertamina menargetkan penjualan gas perusahaan secara total sebesar 1.179 MBBTU dalam setahun. Setelah menuntaskan beberapa proyek infrastruktur gas, seperti pipa Arun-Belawan-KIM-KEK (482 KM), Muara Karang-Muara Tawar (30 KM), pipa Porong-Grati 56 KM), Pertamina tahun ini fokus menyelesaikan pipa transmisi gas open access Gresik-Semarang (271 KM).