Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Hunian Berimbang Perlu Desentralisasi

The housing and urban development Institute atau The HUD Institute berharap pemerintah pusat dapat mengeluarkan kebijakan baru tentang hunian berimbang
Perumahan/Ilustrasi-Bisnis
Perumahan/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—The Housing and Urban Development Institute atau The HUD Institute berharap pemerintah pusat dapat mengeluarkan kebijakan baru tentang hunian berimbang yang tidak terlalu kaku serta lebih banyak memberi ruang penyesuaian bagi daerah.

Ketua The HUD Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan, pihaknya bersama kalangan pengembang yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) telah bekerja sama mengkaji kebijakan hunian berimbang sejak 2013 dan 2014.

Pada dasarnya, dunia usaha properti mendukung penuh kebijakan tersebut sebab berorientasi pada pemerataan hak bermukim masyarakat. Akan tetapi, regulasi pemerintah tentang hunian berimbang terlalu kaku dan tidak aplikatif di daerah.

Zulfi mengusulkan agar kebijakan hunian berimbang yang baru yang saat ini tengah digodok pemerintah tidak terlalu rinci mengatur kebijakan hunian berimbang sehingga berpotensi tidak aplikatif karena beragamnya masalah di daerah.

Sebaiknya, aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat cukup pedoman umum atau petunjuk pelaksanaannya saja yang disusun dengan bijak. Pemerintah daerah lantas bertugas menafsirkannya di daerah seturut kondisi dan tantangan setempat.

“Pemberian izin dengan kewajiban hunian berimbang itu jangan diberikan di pusat, tetapi di daerah masing-masing. Biarkan daerah yang mengatur karena hunian berimbang ini hubungannya sangat erat ke daerah,” katanya kepada Bisnis, dikutip Jumat (27/1/2017).

Menurutnya, kebutuhan di daerah tidak melulu harus diterjemahkan dalam perbandingan pembangunan antara hunian mewah, mengah dan murah dengan komposisi 1:2:3. Daerah boleh jadi mewajibkan pengembang untuk membangun hunian murah lebih dari tiga unit untuk tiap pembangunan satu rumah mewah.

Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan beban pengembang dalam penerapan kebijakan tersebut yang terlampau kaku. Apalagi, hingga memberikan sanksi pidana di saat iklim bisnis di daerah justru tidak mendukung bagi pengembang untuk menerapkan skema hunian berimbang seturut keinginan pemerintah pusat.

“Lebih baik pemerintah pusat percayakan kepada pemerintah daerah daripada memaksakan aturan pusat ke daerah dan tidak ditaati daerah. Itu justru memalukan,” katanya.
Sementara itu, pemerintah sendiri semula menjanjikan kebijakan baru tentang hunian berimbang akan terbit bulan ini. Kebijakan hunian berimbang adalah amanat dari UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Kewajiban tersebut lalu dijabarkan dalam Peranturan Menteri Perumahan Rakyat 10/2012 dan direvisi Permen Pera 7/2013 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman dengan Hunian Berimbang.

Permen Pera yang terakhir memuat ketentuan sanksi pidana yang seharusnya tidak dapat diatur dalam regulasi selevel peraturan menteri. Oleh karena itu, dalam beleid yang baru nantinya ketentuan sanksi pidana akan dihapus, kecuali sanksi administratif.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin pun memastikan peraturan hunian berimbang yang baru lebih fleksibel mengakomodasi suara pengembang sebagai pelaku pembangunan. Misalnya, pembangunan dapat dilakukan dalam satu kawasan seperti Jabodetabek.

Selain itu, dirinya juga mengungkapkan bahwa Permen tersebut belum menjadi aturan final bagi hunian berimbang, sebab permen tersebut harus diterjemahkan oleh masing-masing pemerintah daerah melalui peraturan daerah.

Menurutnya, beberapa daerah sudah memberikan komitmen untuk melakukan deregulasi di daerah terhadap aturan hunian berimbang dengan menyesuaikan diri pada Permen PUPR yang baru nantinya.

“Kita harapkan nanti semua pemda akan sesuaikan sehingga tidak ada lagi pembangunan tanpa hunian berimbang. Kalau tidak, akan sangat sedikit kemauan itu sehingga harus dengan upaya deregulasi,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper