Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yakin Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang saat ini jumlahnya telah mencapai lebih dari 22.000 unit mampu menggerakkan perekonomian di pedesaan. Pasalnya, BUMDes yang dikelola profesional itu dengan mudah dapat mencetak keuntungan hingga Rp100 juta per bulan.
"BUMDes di Klaten, misalnya bisa menghasilkan Rp6,5 miliar per tahun karena profesionalitas pengurusnya," ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia Eko Putro Sandjojo dalam acara "Sarasehan BUMDesa: Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan" di Kampus IPMI, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (23/1/2016).
Kementerian Desa juga bekerjasama dengan IPMI International Business School dalam peningkatan sumber daya manusia supaya lebih profesional.
Menteri Eko menambahkan untuk meningkatkan status perkembangan desa diperlukan banyak intervensi, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun ekologi. Program Satu Desa Satu Usaha atau One Village One Corporate menjadi salah satu alternatif metode yang sedang dikembangkan oleh Kementerian PDTT dan IPMI.
Dua Desa dipilih sebagai percontohan pendampingan yaitu desa Sukamenak, Banten, dan desa Selopamioro, Yogyakarta. Menurut Indeks Desa Membangun (IDM), Sukamenak tergolong dalam status desa Tertinggal, sedangkan Selopamioro termasuk desa maju.
Executive Director & CEO IPMI International Business School Jimmy Gani mengatakan pendampingan di desa tertinggal difokuskan pada perbaikan standar mutu pelayanan sosial dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Untuk desa maju, pendampingan dilakukan dalam bentuk pengembangan ekonomi desa dengan konsep Satu Desa Satu Usaha atau One Village One Corporate.
Dia mengatakan Program Satu Desa Satu Usaha dibangun atas enam hipotesis.
1. Tersedianya bahan baku sumber daya alam di desa sebagai bahan baku dan produk
2. Tersedianya SDM desa untuk menjalankan aktivitas ekonomi
3. Desa kekurangan sumber daya manajerial yang bagus
4. Desa tidak memiliki sumber daya strategis
5. Desa tidak memiliki jaringan pemasaran
6. Desa tidak memiliki modal serta SDM untuk mengelolanya.