Bisnis.com, JAKARTA– PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) akan memperbesar skala bisnis sektor farmasi dan alat kesehatan. Untuk itu, perusahaan produsen gula tersebut akan menerbitkan surat utang jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN) senilai Rp865 miliar.
Direktur Keuangan PT RNI Yana Aditya menyampaikan MTN tersebut akan digunakan untuk membiayai modal kerja, penambahan kapasitas pabrik farmasi, serta ekspansi di sektor industri alat kesehatan. Adapun, MTN rencananya diterbitkan pada semester pertama tahun ini.
“MTN tersebut akan diterbitkan oleh dua perusahaan yaitu PT RNI sebagai perusahaan induk sebesar Rp665 miliar, dan anak perusahaan RNI di lini farmasi yaitu PT Phapros Tbk yang akan menerbitkan sebesar Rp200 miliar,” ungkap Yana melalui keterangan resmi, Kamis (19/1).
Yana merincikan dana MTN PT RNI sebesar Rp665 miliar tersebut tidak hanya digunakan untuk mdal kerja, tetapi juga untuk mengekspansi industri alat kesehatan seperti X-Ray dan Oksigen Terapi.
Dana MTN PT Phapros Tbk sebesar Rp200 miliar akan digunakan untuk membangun pabrik baru dan penambahan kapasitas pabrik Phapros, di Simongan, Semarang, Jawa Tengah.
Saat ini, PT Phapros memiliki pabrik dengan kapasitas produksi sebesar 2 miliar butir obat per tahun dengan utilisasi sudah di atas 80%. “Untuk itu, kapasitasnya akan kami tingkatkan sehingga mendapatkan kapasitas maksimal,” ujar Yana.
Adapun, RNI menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp1,1 triliun di tahun 2017, meningkat 286% dibanding tahun 2016. Belanja modal tersebut dipergunakan untuk pengembangan lini bisnis agro industri, dan baik on farm maupun off farm dan industri farmasi.
Yana menggarisbawahi perusahaannya memang gencar mengembangkan lini bisnis farmasi dan alat kesehatan. Hal ini merupakan bagian dari mendukung upaya pemerintah dalam mempercepat pengembangan industri farmasi dan alkes dalam negeri sesuai dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2016.
“Sebagai BUMN kami berharap mampu berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas farmasi dan alkes nasional yang saat ini masih dikuasai produk import,” ungkap Yana.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, 94% pasar alkes dalam negeri masih dikuasai produk impor. Padahal, data yang sama menunjukkan nilai pasar industri alkes nasional mencapai Rp12 triliun, namun tidak diimbangi oleh produktivitas alkes nasional, di mana hanya terdapat 6% izin edar alkes dalam negeri, selebihnya 94% dikuasai alkes impor.
Adapun, perkembangan bisnis farmasi dan alkes RNI melalui PT Phapros terbilang cukup baik. Tahun lalu, penjualan Phapros mencapai Rp810 miliar atau naik 17% dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp691 miliar.
Laba bersih pada 2016 diprediksi mencapai Rp100 miliar atau naik 59% dari tahun sebelymnya yang tercatat sebesar Rp63 miliar.