Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan masih ada sekitar 25% dari total keseluruhan 35.000 toko ritel fisik yang belum go digital karena terkendala keterbatasan modal dan kurangnya edukasi mengenai pentingnya implementasi digital.
Roy N. Mandey Chairman Aprindo mengemukakan akan menggenjot sekitar 25% ritel tersebut melalui edukasi secara massif, agar tahun ini seluruh ritel yang tergabung dalam Aprindo melek digital dan membuat toko online untuk memenuhi permintaan pasar yang dinilai semakin besar sejalan dengan tingginya penetrasi Internet dan smartphone di Indonesia.
"Kami akan melakukan edukasi kepada mereka yang belum go digital ini, karena tren hari ini semuanya kan serba digital," tuturnya seusai diskusi Internet Retailing EXPO Asia 2017 Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Dia menjelaskan sekitar 25% ritel yang belum go digital tersebut merupakan peritel lokal yang ada di sejumlah daerah. Menurutnya, ritel yang sudah go digital akan semakin memudahkan industri tersebut untuk melakukan konsolidasi. "Kalau mereka sudah digital kan konsolidasi jadi semakin mudah, karena itu mereka perlu melakukan upgrade," katanya.
Menurut Roy, anggota Aprindo yang sudah mulai bertransformasi digital lebih didominasi oleh ritel terbuka (tbk) yang memiliki modal tidak terbatas. Dia mengatakan sampai saat ini ada sebesar 75% anggota Aprindo yang sudah bertransformasi ke digital.
"Kalau ritel yang sudah tbk, misalnya ada ekspansi, stakeholder tahu dan akan mengikuti itu. Dananya juga tidak terbatas seperti local retailer," ujarnya.
Kendati dewasa ini toko online tengah menjadi tren di masyarakat, tetapi Roy optimistis industri ritel akan tetap ada dan tidak akan tergerus digitalisasi tersebut. Dia menilai konsumen yang melakukan belanja online kini lebih didominasi berbelanja sejumlah produk elektronik dibandingkan produk lainnya.
"Menurut saya, ritel tidak akan tergerus dengan banyaknya toko online hari ini. Sejumlah negara maju meskipun sudah ada online, mereka juga tetap mempertahankan ritelnya," tuturnya.
Roy mengatakan, dewasa ini dibutuhkan sistem toko yang terintegrasi antara offline dan online, sehingga pelaku bisnis tidak kehilangan pasar untuk menghadapi era digital saat ini.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh ritel tersebut yaitu layanan antar online, sehingga memudahkan konsumen untuk berbelanja. "Yah, minimal ada layanan antarnya lah. Jadi semakin mudah, kan," ucapnya.
Secara terpisah, Commercial Director Criteo Southeast Asia, Hong Kong and Thailand, Alban Villani mengemukakan potensi perdagangan elektronik masih sangat besar di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut dikontribusi oleh tingkat penetrasi smartphone dan Internet di Indonesia.
"Memang kalau kami melihat Indonesia, potensi sangat besar. Hal itu harus dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat," tuturnya.