Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Turun, Industri Desak Pemberantasan Rokok Ilegal

Dalam tiga tahun terakhir produksi rokok terbilang stagnan dan membuat rokok ilegal semakin marak
industri rokok-Antara.jpg
industri rokok-Antara.jpg

Bisnis.com, JAKARTA – Menurunnya produksi rokok dalam tiga tahun terakhir memicu maraknya peredaran rokok ilegal. Oleh karena itu, pelaku usaha mendesak adanya pemberantasan produk ilegal. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan penerimaan cukai 2016 mengalami shortfall Rp4,6 triliun dibanding target APBN-P 2016. Kementerian Keuangan mencatat total penerimaan cukai untuk sementara mencapai Rp 143.5 triiliun, atau setara dengan 92,7% target APBN-P 2016 sebesar Rp148,1 triliun.

Penyebab turunnya penerimaan cukai adalah penurunan produksi hasil tembakau dari 348 miliar batang di tahun 2015 menjadi 342 miliar batang di tahun 2016, atau turun sebesar 1,7%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan meskipun tidak tercapainya target adalah karena penurunan produksi rokok, namun perlu diwaspadai juga apakah berkurangnya produksi ini disebabkan oleh berpindahnya konsumen ke rokok ilegal.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Muhaimin Moefti mengatakan pihaknya mengapresiasi usaha Bea Cukai untuk terus memerangi rokok ilegal.

"Sejalan dengan terus ditingkatkannya usaha pemberantasan rokok ilegal, kebijakan cukai yang berkesinambungan serta menjamin keberlangsungan industri juga penting,” katanya dalam siaran pers, Jumat (6/1/2017).

Menurutnya dalam tiga tahun terakhir produksi rokok terbilang stagnan. Rokok ilegal semakin marak juga karena semakin mahal harga produk legal yang dipicu kenaikan cukai.

"Saat harga rokok legal bisa mencapai Rp18.000 per bungkus, rokok ilegal bisa dijual di kisaran Rp8.000. Ini karena rokok ilegal tidak membayar cukai,” katanya.

Menurut Moefti, untuk membantu memperlambat pertumbuhan rokok ilegal, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kebijakan cukai yang diambil pemerintah. Kenaikan cukai drastis yang terlalu besar akan memicu maraknya perdagangan rokok ilegal.

Dia juga meminta pemerintah memperhatikan kenaikan cukai tak jauh dari inflasi yakni sebesar 6%-7%. Bila kenaikan mencapai 10%, maka ini menjadi beban untuk industri.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, menurut penelitian UGM saat ini peredaran rokok ilegal mencapai 12%.

“Kondisi ini dipicu dari regulasi yang ada dan permintaan yang tinggi di pasar. Jangan sampai di tahun depan jumlahnya semakin meningkat,” paparnya.

Mengenai menurunnya penerimaan cukai 2016, menurut Yustinus harus balik pada fungsi cukai itu sendiri. Cukai memiliki tujuan utama untuk pengendalian bagi produk yang memiliki dampak negatif, jika akhirnya menjadi pemasukan bagi kas negara itu lain soal.

"Sebenarnya untuk menambah pendapatan melalui cukai pemerintah bisa melakukan ekstensifikasi objek cukai. Negara kita memiliki obyek cukai paling sedikit, hanya tiga. Sudah saatnya pemerintah melakukan ekstensifikasi, seperti wacana terakhir mengenai cukai plastik kresek," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper