Bisnis.com, JAKARTA -Tingkat keakuratan data cadangan mineral dan batu bara (minerba) di Indonesia masih diragukan, karena belum semua memakai kaidah dan standar dunia.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso mengatakan, rendahnya akurasi data tersebut biasanya berasal dari perusahaan dengan lisensi izin usaha pertambangan (IUP). Kondisi itu pun diperparah oleh minimnya kegiatan eksplorasi yang dilakukan.
"Banyak pemilik IUP yang tidak memakai kaidah standar dunia seperti KCMI dalam membuat estimasi dan kualitas data pemborannya," katanya, Kamis (29/12/2016).
Pemerintah sebenarnya telah menerbitkan regulasi terkait data cadangan mineral tersebut melalui Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 569.K/30/DJB/2015 tentang Penerapan Standar Nasional Indonesia dan Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (KCMI) dalam Pelaporan Hasil Kegiatan Eksplorasi, Estimasi Sumber Daya, dan Estimasi Cadangan Mineral dan Batubara.
Namun, diperkirakan baru sebagian kecil IUP yang sudah memakai standar tersebut.
Jika melihat data dari Badan Geologi Kementerian ESDM per Oktober 2016 dan data dari United States Geological Survey (USGS) 2016, terlihat perbedaan mencolok terkait jumlah cadangan mineral dan batu bara Indonesia.
Untuk emas, misalnya, Badan Geologi mencatat cadangan Indonesia sebanyak 2.470 ton. Sementara, data USGS menyebut cadangan emas Indonesia di angka 3.000 ton.
Berbeda halnya dengan batu bara. Badan Geologi mencatat cadangannya di Indonesia hampir mencapai 32 miliar ton, sementara USGS menyebutkan angka di kisaran 27 miliar ton.