Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan pengembang perumahan dan permukiman menilai peningkatan pasokan dan penyerapan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tahun depan tidak dapat mencapai potensi maksimalnya bila tidak diikuti oleh pembenahan komponen penghambat lainnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indoensia (Apersi) periode 2010-2016 Eddy Ganefo mengatakan, selama masa kepemimpinannya di Apersi, masih ada sejumlah tantangan serius dalam upaya penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum selesai.
Pertama, dari segi keseriusan para pemangku kepentingan, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN), pemerintah daerah, dan PLN.
Masih begitu banyak hambatan dari instansi pemerintahan yang membuat program penyediaan rumah untuk MBR sangat terhambat. Dirinya mengapresiasi langkah pemerintah untuk menyederhanakan perizinan pembangunan rumah MBR, tetapi hingga kini pun regulasinya belum diterbitkan.
Anggaran subsidi pun masih sangat terbatas. Pemerintah memang telah memberi skema baru subsidi selisih bunga untuk mengatasi keterbatasan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Namun, skema ini kurang diminati perbankan karena mensyaratkan 100% likuiditas dari bank penyalur, padahal likuiditas bank untuk FLPP hanya 10%.
Kedua, dari sisi kemampuan MBR untuk mengakses program subsidi pemerintah. Pemerintah telah menetapkan batas penghasilan tertentu bagi masyarakat kategori MBR yang dapat membeli rumah subsidi, tetapi perbankan memberi batasan lain bahwa hanya pekerja MBR dari sektor formal saja yang bisa mengakses subsidi.
Eddy menilai, tahun depan kemungkinan industri properti akan semakin bergairah seiring pulihnya perekonomian dan belanja masyarakat. Namun, masih ada tantangan yang mendesak untuk dibenahi agar pembangunan dan penyerapan rumah MBR dapat meningkat tahun depan.
Tantangan tersebut antara lain ketersediaan lahan yang murah bagi rumah MBR. Hal ini mensyaratkan bank tanah segera mungkin terbentuk.
Selain itu, ketersediaan listrik di daerah juga menjadi penghambat yang sangat mengganggu. Penyediaan jaringan listrik ke perumahan yang dibangun pengembang cenderung sangat lambat sehingga menghambat laju pembangunan rumah untuk MBR.
Selama belum ada aliran listrik yang menjangkau rumah yang dibangun, proses pencairan KPR sulit terealisasi.
Eddy juga berharap Peraturan Pemerintah dari Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Penyederhanaan Perizinan Rumah MBR dapat segera terbit. Sudah sangat lama sejak pertama kali diumumkan regulasi ini tak kunjung terbit.
Padahal, setelah terbit pun masih butuh waktu yang panjang agar regulasi tersebut efektif di lapangan sebab butuh tindaklanjut melalui sosialisasi dan penyesuaian peraturan daerah.
“Kelihatannya 2017 mungkin ada peningkatan, tetapi akan lebih signifikan kalau hal-hal itu dituntaskan,” katanya kepada Bisnis di sela-sela acara Musyawaran Nasional V Apersi, Kamis (15/12/2016).