Bisnis.com, JAKARTA - Kontrak baru Blok Offshore North West Java (ONWJ) diharapkan bisa rampung sebelum Januari 2017 yakni ketika kontrak berakhir.
Senior Vice President Upstream Business Development PT Pertamina (Persero) Denie S Tampubolon mengatakan kontrak kerja sama ONWJ habis pada 18 Januari 2017. Dengan demikian, dia mengharapkan sebelum kontrak berakhir, kontrak baru bisa diteken.
Terutama, bila pemerintah ingin menerapkan kontrak bagi produksi (production sharing contract/PSC) gross split pada kontrak barunya. Menurutnya, untuk penerapan PSC gross split masih dalam pembicaraan secara internal. Pemerintah pun, katanya, masih menggodok beleid yang mengatur penerapan PSC gross split.
Adapun, dalam PSC gross split, pendapatan dari penjualan minyak langsung dibagi antara pemerintah dan kontraktor. Sementara, pada PSC cost recovery yang selama ini diterapkan, pendapatan dari penjualan minyak dihitung kemudian dikurangi pajak penghasilan (PPh), first tranche petroleum (FTP) atau volume yang diambil pemerintah setiap tahun kalender sesuai kesepakatan dan cost recovery atau biaya operasi yang bisa dikembalikan baru memperoleh keuntungan yang bisa dibagi antara pemerintah dengan kontraktor sesuai dengan syarat-syarat fiskal (fiscal terms).
Dia berharap penerapan PSC gross split tak akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi dan produksi meskipun sebenarnya pada wilayah kerja tersebut tak ada alih kelola karena operator pada kontrak baru masih sama.
Sebagai gambaran, produksi siap jual atau lifting ONWJ hingga 30 November 2017 sebesar 133 juta kaki kubik per hari (million cubic feet per day/MMscfd) gas dan 35.900 barel per hari (bph). Sementara, pada target lifting 2017, ONWJ ditarget menghasilkan 36.500 bph minyak.
"Kontraknya habis Januari. Artinya, sebelum itu harus selesai kan ya," ujarnya usai menghadiri acara Forum Bisnis Ikatan Alumni Teknik Minyak Indonesia (IATMI) di Jakarta, Selasa (6/12).
Terkait mitra dalam pengelolaan blok tersebut, katanya, akan diterapkan pola yang sama seperti di Blok Mahakam. Pada kontrak baru Blok Mahakam, pemerintah menyerahkan pengelolaan setelah kontrak mulai 2018 kepada Pertamina. Dengan demikian, saham partisipasi Blok ONWJ 100% dikuasai pemerintah.
Barulah setelah itu, Pertamina berhak mengundang kontraktor eksisting untuk turut terlibat. Adapun, pada Blok Mahakam, baik Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation ditawari kepemilikan saham partisipasi maksimum 35% pada kontrak yang baru. Sementara, pada Blok ONWJ, pada kontrak saat ini, terdapat Energi Mega Persada yang menguasai 25% dan PT Pertamina Hulu Energi ONWJ sebesar 75%.
Denie menyebut akan menawarkan saham partisipasi kepada EMP pada kontrak baru. Namun, hingga saat ini, pihaknya, belum menawarkan saham partisipasi kepada EMP.
"Kan baru dapat keputusannya minggu lalu jadi akan kami follow-up. Kalau EMP sebagai yang existing di sana ingin kerja sama sama kami, kami akan bicarakan dengan mereka," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan penerapan PSC gross split dalam pengelolaan Blok ONWJ masih dalam pembahasan.
Adapun, dia menyebut penerapan gross split bertujuan untuk menghindari mekanisme bisnis yang berbelit seperti pengajuan anggaran juga proses pengadaan yang harus melalui persetujuan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di antara biaya yang dikeluarkan terdapat beberapa penggunaan yang bisa dikembalikan melalui cost recovery.
Di sisi lain, hal itu tak akan ditemukan bila pemerintah PSC gross split. Dia menilai penerapan PSC gross split mendorong kontraktor menjalankan kegiatan secara efisien karena seluruh biaya operasi dan investasi dihitung sebagai komponen yang akan mempengaruhi bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor.