Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Akhir Tahun, Peritel Jabar Masih Cemas

Pebisnis ritel di Jabar berharap ada peningkatan transaksi signifikan pada akhir tahun untuk mengkompensasi pertumbuhan bisnis ritel sepanjang tahun ini yang masih di bawah target 14%-16%.
Konsumen memadati pusat perbelanjaan produk ritel/Bisnis
Konsumen memadati pusat perbelanjaan produk ritel/Bisnis

Bisnis.com, BANDUNG - Pebisnis ritel di Jabar berharap ada peningkatan transaksi signifikan pada akhir tahun untuk mengkompensasi pertumbuhan bisnis ritel sepanjang tahun ini yang masih di bawah target 14%-16%.

Sekretaris Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) Jabar Hendri Hendarta mengungkapkan melihat tren bisnis ritel hingga triwulan III/2016 memang meningkat sekitar 10%--12%.

"Perekonomian yang stabil telah membuat adanya permintaan konsumsi yang tinggi. Untuk kesimpulan pertumbuhan hingga akhir tahun belum ada laporan. Biasanya kami akan berkumpul kembali di Januari," katanya, Senin (5/12/2016).

Menurutnya, sepanjang tahun ini perjalanan bisnis ritel mengalami pertumbuhan di atas dua digit, sekalipun sempat dilanda kekhawatiran akibat tensi politik yang memanas di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dia mengharapkan pada Desember ini ada peningkatan penjualan, karena pengalaman tahun sebelumnya biasanya terjadi lonjakan transaksi pada akhir tahun.

"Tak sedikit perusahaan yang memberikan bonus akhir tahun, meskipun kontribusinya tidak lebih besar dari bulan puasa atau Lebaran yang mencapai 35%. Adapun sisanya dibagi pada 11 bulan lainnya," paparnya.

Hendri mengulas bisnis ritel pada triwulan I/2016 masih belum menggembirakan dan baru ada peningkatan pada April. Meski tidak mengungkapkan secara spesifik.

Menurutnya, kondisi tersebut merupakan dampak dari ekonomi Indonesia yang mengalami perlambatan, dan mulai bergairah dengan sejumlah kebijakan baru yang mendorong perekonomian melalui paket regulasi.

Khusus untuk bisnis ritel dinilai menjadi sektor parameter, karena semua kondisi perekonomian bisa langsung terlihat dari perkembangan belanja masyarakat.

“Kalau kondisi saat ini perekonomian melambat maka otomatis daya beli masyarakat berpengaruh. Ritel jadi patokan masyarakat memiliki uang atau tidak itu bisa terlihat dari sektor riil ini,” tegasnya.

Selain itu, sektor ritel menjadi pihak yang langsung terkena dampak kenaikan dan penurunan harga yang harus segera disesuaikan untuk mengikuti fluktuasi.

Sebaliknya, ketika ada barang yang naik atau turun dari standar harga normal, juga akan menyebabkan inflasi.

Di samping itu, industri ritel juga menghadapi tantangan dari sisi internal seperti penaikan standar pengupahan kabupaten/kota yang harus disesuaikan setiap tahunnya.

"Pengeluaran paling besar ini ada di internal ritel, terutama mengenai biaya SDM setiap tahun naik. Hal ini berpengaruh terhadap total biaya operasional. Beban biaya SDM umumnya di atas 6% sampai dengan 9%," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdi Ardia

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper