Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apresiasi Deregulasi, Pengamat Ingatkan Akurasi Data Pangan Impor

Upaya Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan deregulasi ekspor dan impor diapresiasi Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto J. Siregar.
Bawang impor/Ilustrasi
Bawang impor/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Upaya Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan deregulasi ekspor dan impor diapresiasi Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto J. Siregar.

Namun, khusus untuk impor pangan pemerintah diingatkan pentingnya memiliki data yang akurat agar kebijakan yang diambil tepat sasaran. "Kalau datanya salah, kebijakannya juga menjadi salah," kata Hermanto, Kamis (1/12/2016).

Hermanto yang juga Wakil Rektor IPB itu mengapresiasi laporan pengendalian impor di bidang hortikultura dan komoditas seperti beras, sepanjang laporan itu disertai dengan data yang akurat.

Dia mengingatkan pemerintah harus berhati-hati dalam melakukan impor di bidang hortikultura dan komoditas pangan, agar jangan sampai merugikan petani.

Untuk itu, Hermanto menyarankan agar Kemendag harus sering melakukan inspeksi mendadak dan mengambil sampling data secara random terkait jumlah serta kualitas data pangan yang diimpor.

Dia mendukung rencana Kemendag melakukan deregulasi di bidang ekspor dan impor. Namun untuk penghapusan kewajiban verifikasi surveyor (LS) untuk komoditas beras, baja dan migas, dia mengingatkan perlunya kehati-hatian sebelum kebijakan itu diambil.

“Jangan sampai deregulasi itu diartikan sebagai kebijakan yang membuka kebebasan atau mempermudah kegiatan impor,” tutur Hermanto.

Dirinya mengklaim termasuk orang yang tidak mengharamkan impor. Namun prinsipnya, harus mengutamakan produksi sendiri. Deregulasi harus mampu menjangkau kepentingan publik lebih luas.

“Makanya perencanaan impor harus bagus. Laksanakan impor, simpan dulu di gudang Bulog. Nanti dilemparkan ke pasar pada saat panen kita belum datang-datang,” sambung Hermanto.

Berisiko

Terkait rencana penghapusan verifikasi survei data impor pangan, Hermanto menilai itu berisiko, karena bisa mengakibatkan ketidaksesuaian data, dan tidak adanya jaminan terhadap kualitas standar yang diharapkan dari impor tidak terjamin.

Dia malah mengkhawatirkan jika deregulasi yang menghapus kewajiban verifikasi surveyor itu dilakukan hanya untuk memudahkan impor. “Tentu ada kerugian untuk petani. Kalau tidak banyak produksi, tidak perlu impor, dan mempermudah impor,” urainya.

Mengenai optimisme pemerintah yang tidak akan melakukan impor beras sepanjang 2017, Hermanto tidak yakin terhadap hal itu. Menurutnya, kita masih akan impor minimal kurang lebih sama yang diimpor tahun ini.

Karena itu, menurut dia, survei tetap dibutuhkan, hanya sifatnya sampling saja, secara tidak terduga. “Kalau sekarang kan menjadi syarat, jadi prosedurnya panjang. Kalau tidak dipersyaratkan, kan bisa cepat. Kapan saja Pemerintah bisa on the spot atau random. Jadi kalau ada yang mau curang-curang pasti mikir, nanti dirandom kena, intinya harus ada sidak,” ucap Hermanto yang juga Guru Besar Ekonomi IPB itu.

Senada dengan Hermanto, Anggota Komisi VI DPR RI Dwie Aroem Hadiatie mengatakan Kebijakan Deregulasi memangkas peraturan yang sudah ditetapkan dalam peraturan.

"Misalnya saja menyederhanakan perizinan. Yang dimana dalam setiap Permendag tertulis mengenai verifikasi surveyor. Namun mengapa hal ini dihapuskan?" kesalnya.

Lebih lanjut kata dia, verifikasi surveyor adalah kegiatan pemeriksaan teknis mengenai produk ekspor dan impor yang dilakukan oleh surveyor.

"Contohnya beras, harus mengetahui jenis dan volume, nama serta alamat eksportir. Impor juga wajib tahu mengenai nama dan masa berlaku serta semua ketentuan yang ada dalam Permendag No. 19 tahun 2014 mengenai beras."

Aroem mewanti-wanti Pemerintah, agar verifikasi surveyor jangan dihapuskan. Karena akan semakin banyak produk impor yang masuk tanpa identitas yang jelas.

"Selain itu juga bisa mengganggu ketahanan pangan nasional dikarenakan membludaknya volume import yang melemahkan tujuan swasembada pangan," kata dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper