Bisnis.com, DENPASAR - Pengusaha menyambut positif jika benar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan penindakan tegas terhadap kegiatan impor ilegal Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) karena mengganggu pemasaran secara nasional.
"Pengusaha pakaian jadi (garmen) di Bali terganggu dengan membanjirnya pakaian-pakaian bekas ke Indonesia termasuk ke Bali," kata pengusaha Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Ni Nyoman Mawar di Denpasar, Minggu (13/11/2016).
"Ini Merupakan angin segar bagi pengusaha garmen di Bali, jika pemerintah melakukan tindakan tegas terhadap perdagangan pakaian ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri termasuk ke pelosok Pulau Dewata," katanya.
Dia mengakui secara resmi tidak ada impor pakaian ke Bali, tetapi secara fakta di pasaran banyak pakaian-pakaian bekas luar negeri dijual di pasar-pasar tradisional maupun toko yang ada di pinggir jalan dengan harga murah.
Badan Pusat Statistik (BPS) tidak mencatat adanya impor pakaian ke Bali. Namun, kenyataannya di lapangan banyak pakaian bekas luar negeri yang didatangkan dari Jawa Timur dan dipasarkan secara meluas di Bali.
Made Wijaya, pengusaha lainnya di Bali, juga sependapat dengan tindakan pemerintah memberantas impor pakaian ilegal karena dapat menghambat kegiatan bisnis maupun pertumbuhan industri manufaktur tersebut.
Jika usaha itu bisa mengurangi impor pakaian ilegal, otomatis pengusaha pakaian di daerah ini akan mampu berproduksi selain untuk ekspor juga mampu memenuhi permintaan konsumen dalam negeri, kata Wijaya.
Sementara itu, BPS Bali mencatat pakaian jadi bukan rajutan maupun barang-barang rajutan buatan pengusaha daerah ini mampu memenuhi pangsa pasar utama dari Amerika Serikat, Australia, Hong Kong, Singapura dan negara Eropa lainnya.
Kedua jenis Tekstil dan Produk Tekstil itu mendatangkan devisa US$5,5 juta selama September 2016, tidak jauh berbedea dengan bulan sebelumnya US$5,8 juta dan kondisi itu cukup stabil jika dibandingkan september 2015 bernilai US$5,6 juta.