Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengusulkan kepada Menko Perekonomian untuk melakukan deregulasi tiga kebijakan yang dinilai sangat strategis untuk mendongkrak kinerja sektor transportasi dan logistik nasional.
Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan mengatakan ketiga usulan kebijakan tersebut yakni berkaitan dengan jaringan jalan untuk jalur Logistik yang berkualitas, adanya sistem informasi yang memadai, serta menyangkut perizinan angkutan barang.
“Dibutuhkan peraturan untuk mendorong tiga kebijakan tersebut agar lebih pasti bagi dunia usaha,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (31/10/2016).
Dia mengatakan berkaitan dengan aturan jalan untuk jalur logistik sangat di perlukan sehingga dapat menurunkan biaya logistik di Indonesia karena tersedianya jaringan jalan raya baik untuk kegiatan distribusi logistik dari sentral atau desa menuju hublogistic, maupun end user. “Saat ini 80% distribusi logistik di Indonesia masih menggunakan moda jalan raya sebagai akses utama,” tuturnya.
Pembenahan kebijakan di jalur utama logistik itu, imbuhnya, dilatarbelakangi oleh kualitas jalan dan jembatan secara nasional, termasuk jalan Provinsi dan Kabupaten (Jalan kelas I – Kelas III), mengingat banyak ditemukan di hampir semua daerah yang membatasi dengan jumlah berat yang diizinkan (JBI) maksimal adalah 5.000 kg, dengan meningkatkan kapasitas dari JBI 5.000 kg menjadi minimal JBI 8.000 kg.
Gemilang meyakini jika pembenahan kebijakan JBI itu dilakukan akan memperbesar kapasitas angkut barang, sehingga biaya logistik menjadi lebih rendah karena jumlah kargo yang diangkut menjadi lebih banyak.
“Selain itu ada jaminan tersedianya barang di pasar dengan harga yang lebih kompetitif karena jalur distribusi yang lebih baik,” paparnya.
DATABASE ONLINE
Terkait dengan sistem IT, Aptrindo juga mengusulkan supaya dibuat database truck online yang terintegrasi dengan portal Indonesia National Single Window (INSW) untukk meningkatkan produktivitas angkutan darat.
Pasalnya, kata dia, dengan belum tersedianya sistem database berbasis online pada angkutan darat secara nasional itu menyebabkan survei asal dan tujuan barang sulit dilakukan maupun sistem monitoring lead time belum bisa dilakukan oleh pengusaha logistik dan pihak terkait di sektor ini. “Dampaknya produktivitas trucking sangat rendah karena sistem informasi muatan balinya belum ada,” ujarnya.
Gemilang mengatakan soal perizinan angkutan barang juga perlu dilakukan reformasi karena tumpang tindihnya aturan yang ada di tingkat pusat dengan yang ada di provinsi/daerah.
Sebagai contoh, ujar dia, Undang-undang No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan angkutan barang umum tidak disyaratkan untuk izin yang melekat pada masing masing kendaraan.
Namum pada implementasinya, pemda justru mempersyaratkan izin usaha yang harus diperpanjang setiap tahun, dan akibatnya setiap tahun setiap truk harus mengurus 4- 5 dokumen Perizinan seperti STNK, KIR setiap 6 bulan, Izin Usaha, Izin Bongkar Muat, dan Izin Lintas yang merupakan produk pemerintah kabupaten maupun kota.