Bisnis.com, JAKARTA—Pembiayaan alternatif non APBN berupa kredit mikro perbankan dengan bunga rendah untuk penyediaan air baku dapat menjadi salah satu solusi dalam menutupi kekurangan dana yang diperlukan dalam mencapai target RPJMN 100% akses air bersih pada 2019.
Berdasarkan data Bappenas, kebutuhan dana yang diperlukan untuk mencapai target 100% air minum pada 2019 mencapai Rp275 triliun. Dari jumlah tersebut, APBN hanya mampu membiayai sekitar 30%, dan APBD 40%, sedangkan sisanya sebesar 12% diharapkan dari sektor swasta dan 10% dari BUMN/BUMD.
Direktur Utama PD BPR KK Purwodadi Koesnanto mengatakan tidak banyak perbankan yang peduli terhadap air minum dan sanitasi, karena dianggap kurang komersial. Padahal, dia menilai pembiayaan perbankan memegang peranan vital dalam upaya masyarakat mendapatkan haknya dalam mengakses air bersih.
Latar belakang itulah yang membuatnya sejak tahun lalu menciptakan produk kredit bagi masyarakat untuk membangun sistem perpipaan. Pinjaman yang diberikan bervariasi, mulai dari maksimal Rp3 juta untuk sambungan rumah (SR) perseroangan, Rp10 juta untuk pembangunan jamban, dan Rp50 juta untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) komunitas, dengan jangka waktu pengembalian antara empat bulan, hingga tiga tahun.
“Dengan prosedur ringan, masyarakat non bankable dapat mengakses [pembiayaan]. Semuanya bebas agunan, dan bunganya hanya 1%, bahkan tahun ini kami turunkan menjadi 0,85%,” ujarnya dalam forum inspirasi bertema Air untuk Semua, Rabu (26/10).
Dia mengatakan, hingga September 2016, total kredit air minum yang disalurkan mencapai Rp4 miliar kepada 2.355 nasabah, yang menjangkau lebih dari 20.000 jiwa penerima manfaat. Semua pinjaman yang diberikan tergolong lancar dalam pengembaliannya, sehingga dia optimistis dapat meningkatkan penyaluran pinjaman kepada 12.000 nasabah dalam tiga tahun mendatang.
Untuk memastikan kredit yang diberikan tidak bermasalah, dia menyatakan perbankan melakukan pendampingan dan penambahan kapasitas kepada nasabah. Setelah kredit dikucurkan, pihaknya juga turun langsung ke lapangan mengawasi pengelolaan pinjaman yang diberikan.
“Kita dampingi mulai dari penyusunan proposal kredit, pemberian capacity building sampai pelaksanaannya. Pembiayaan ini penting karena satu pinjaman memberikan manfaat hingga empat orang. Jadi bila nasabah bisa mencapai 12.000, penerima manfaatnya bisa 48.000 orang,” ujarnya.
Ketua BPSPAM Tirto Makmur Abdul Cholik menilai, selama ini masyarakat cenderung ketergantungan kepada bantuan pemerintah dalam mendapatkan akses air minum. Di sisi lain, sosialisasi yang dan pemahaman masyarakat yang kurang mengenai akses perbankan juga menjadi tantangan tersendiri dalam melaksanakan inisiatif warga membangun jaringan perpipaan.
Dia pun mengapresiasi upaya BPR BKK Purwodadi yang memberikan pengetahuan dan pendampingan dalam menyusun proposal kredit sekaligus memberikan pinjaman. Adanya kucuran kredit yang diberikan terbukti efektif meningkatkan jumlah sambungan rumah, dari semula hanya 90 SR menjadi 220 SR. Penerima manfaatnya pun bertambah dari semula 120 jiwa menjadi 660 jiwa.
“Dengan adanya capacity building dan pendampingan pembuatan proposal, dalam tiga hari pinjaman senilai Rp20 juta kami peroleh dan kami gunakan untuk membangun sambungan rumah,” ujarnya.
Peningkatan jumlah SR itu juga mendorong pertambahan pendapatan BPSPAM Tirto Makmur hingga 300%, dari semula Rp1,2 juta menjadi Rp4,2 juta per bulan, di mana masyarakat dikenakan tarif sebesar Rp1.500 per meter kubik. Keuntungan yang didapat ini digunakan untuk membayar pinjaman dan bunga yang didapat dari BPR KK Purwodadi.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengapresiasi langkah yang dilakukan BPR KK Purwodadi. Menurutnya, hal tersebut merupakan bukti bahwa perbankan pun bisa mendukung penyelenggaraan SPAM berbasis masyarakat.
“Saya memberikan apresiasi karena jarang sekali perbankan berpikir memberikan kredit mikro yang biasanya ririskonya lebih besar. Air bersih itu jelas dari sudut manapun di dunia perbankan tidak akan dianggap sektor komersial,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, cerita sukses kredit mikro untuk air minum patut untuk dikembangkan dan dicontoh oleh perbankan lain. Selain itu, pemerintah juga akan mendorong pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor air minum.