Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja ekspor industri makanan dan minuman jadi masih positif di tengah penurunan nilai ekspor sektor industri makanan.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan penurunan nilai ekspor sektor industri makanan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tidak bisa menjadi gambaran kinerja industri makanan dan minuman.
Penurunan nilai ekspor industri makanan, jelasnya, terpengaruh oleh penurunan ekspor industri minyak kelapa sawit (CPO). Di sisi lain, ekspor komoditas industri makanan jadi dan minuman jadi masih tumbuh tipis.
“Keadaannya seperti itu. Untuk produk olahan pangan masih naik tipis. Saya rasa sampai akhir tahun ini masih akan tumbuh,” kata Adhi kepada Bisnis pada Senin (17/10/2016).
Data BPS menunjukkan nilai ekspor industri makanan merosot 9,59% dari US$19,78 miliar pada Januari-September 2015 menjadi US$17,88 miliar pada Januari-September 2016.
Nilai ekspor industri CPO, yang mencakup 58% dari total nilai ekspor industri makanan, turun 14,62% dari US$12,33 miliar menjadi US$10,52 miliar.
Adapun nilai ekspor komoditas-komoditas industri makanan jadi pada periode yang sama masih naik. Nilai ekspor komoditas roti dan kue naik 20,55% dari US$291,63 juta menjadi US$351,57 juta pada. Produk teh dan kopi olahan juga bertambah, naik 10,34% menjadi US$402,99 juta.
Kinerja industri minuman jadi juga positif, naik 31,71% year on year dari US$66,09 juta menjadi US$87,05 juta pada Januari—September 2016. Kontributor terbesar adalah produk minuman ringan yang ekspornya naik 32,43% menjadi US$60,39 juta.
Indonesia juga mengekspor air minum dan air mineral ke luar negeri yang nilai ekspornya naik 7,17% dari US$6,31 juta menjadi US$6,77 juta. “Kita mengekspor air minum ke Singapura,” jelas Adhi.