Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia menyatakan inflasi yang rendah dan penetapan klaster industri prioritas bisa mendorong industri manufaktur Indonesia mengulang pertumbuhan pesat sebelum 1998.
Ekonom Utama Bank Dunia, Ndiame Diop, mengatakan kejatuhan harga komoditas membuka peluang bagi pertumbuhan industri manufaktur yang kontribusinya terhadap ekonomi Indonesia merosot dalam sekitar 20 tahun terakhir.
Dia menjelaskan inflasi tinggi pasca-1998 membuat investor dalam dan luar negeri enggan meilirik sektor manufaktur. Inflasi yang tinggi mendongkrak ongkos produksi di industri manufaktur yang kemudian menekan marjin keuntungan di pasar domestik dan memukul daya saing di pasar ekspor.
“Ketika inflasi tinggi, industri manufaktur paling menderita. Investor memilih sektor selain manufaktur. Transformasi Indonesia ke sektor manufaktur terhenti oleh commodity boom,” kata Diop, Kamis (18/8/2016).
Diop mengatakan harga komoditas yang anjlok membuat investor kembali tertarik berinvestasi di industri manufaktur. Pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum ini menjalankan reformasi untuk memperbaiki iklim bisnis agar lebih menguntungkan bagi aktivitas manufaktur.
Reformasi paling utama, menurutnya, adalah memastikan inflasi tetap rendah melalui pelonggaran restriksi terhadap impor bahan pangan, fokus pada peningkatan produktivitas pertanian dan perbaikan sistem logistik.
Pemerintah kemudian harus terus memperbaiki cost of doing business dengan proses deregulasi untuk memastikan setiap orang punya kesempatan yang sama ikut berkompetisi di sektor manufaktur, terutama industri kecil dan menengah.
“Restriksi terhadap impor barang tertentu atau investasi di sektor tertentu, adalah langkah yang membantu sebagian orang dengan merugikan mayoritas orang. Pemerintah harus mengurangi batasan di semua sektor,” kata Diop.
Diop menambahkan pemerintah harus bisa mengenali sektor industri tertentu yang kuat di pasar domestik dan mampu bertarung di pasar global. Kebijakan industri kemudian didesain untuk merangsang investasi industri komponen atau turunan hingga terbentuk sebuah klaster industri yang lengkap.
Sistem tersebut telah berhasil diterapkan di sektor industri otomotif. Industri otomotif, komponen otomotif, dan ban merupakan industri manufaktur yang pertumbuhannya kuat di saat industri lain tertekan.
Ekspor ban tumbuh rata-rata 24,8% pada periode 2002–2011 dengan nilai ekspor melonjak dari US$236,8 juta pada 2002 menjadi US$1,5 miliar pada 2011. Adapun industri manufaktur mobil mampu mendongkrak ekspor dari 1.258 unit pada 2002 menjadi 207.691 unit pada 2015.
“Pola pengembangan bisa market based atau resource based. Buat saya yang penting harus pragmatis dan fokus. Industri yang memiliki pertumbuhan bagus harus didukung agar bisa menarik industri komponen dan membentuk sebuah klaster,” kata Diop.