Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2017 sebesar 5,3% atau naik tipis ketimbang estimasi APBN Perubahan 2016 sebesar 5,2%.
Optimisme tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pembacaan Nota Keuangan dan RAPBN 2017 di hadapan Parlemen, Selasa (16/8/2016).
Kepala Negara menuturkan prospek perekonomian global diperkirakan membaik dan asumsi laju produk domestik bruto (PDB) tersebut telah memperhitungkan seluruh dinamika dan tantangan yang dihadapi.
"Meskipun, kita harus bekerja keras menghadapi ketidakpastian yang bersumber dari perlambatan ekonomi di berbagai negara berkembang, serta prospek pemulihan ekonomi negara-negara maju yang belum sesuai harapan," kata Presiden dalam pidatonya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebutkan, paket kebijakan ekonomi jilid I-XII akan mulai berbuah dan menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi yang lebih adil dan merata di seluruh Indonesia, khususnya melalui keberlanjutan pembangunan infrastruktur.
Untuk inflasi, dia menyampaikan Pemerintah akan mematok 4%, jauh lebih rendah dari asumsi tahun ini 0,7% yang ditopang oleh perbaikan konektivitas yang bisa menciptakan efisiensi sistem logistik nasional sehingga mendorong stabilitas harga barang.
"Pemerintah juga menyediakan dana cadangan untuk menjaga ketahanan pangan serta stabilitas harga. Alokasi dana tersebut akan digunakan untuk kebijakan subsidi pangan, program ketahanan pangan seperti penyelanggaraan operasi pasar serta penyediaan beras untuk rakyat miskin," paparnya.
Untuk nilai tukar, Pemerintah memperkirakan rupiah tidak akan bergerak jauh secara rata-rata sebesar Rp13.300 per dolar AS atau lebih kuat ketimbang asumsi tahun ini yang mencapai Rp13.900 per dolar AS.
Upaya penguatan sektor keuangan, lanjutnya, dibangun secara bersama oleh Pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Dia menuturkan kerangka pendalaman pasar keuangan bisa mempengaruhi arus modal masuk dan mengurangi tekanan terhadap rupiah.
Sementara, rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan yaitu 5,3%, turun tipis 0,2% dari APBNP 2016, disusul oleh asumsi harga minta mentah Indonesia (ICP) sebesar US$45 per barel yang berarti turun tipis dari US$50 per barel tahun ini.
"Peningkatan kebutuhan energi dalam rangka pemulihan ekonomi global menjadi faktor yang mempengaruhi harga minyak pada 2017," ujarnya.
Untuk lifting minyak dan gas, secara berturut-turut ditetapkan sebesar 780.000 barel minyak dan 1,15 juta barel setara tahun depan, berbanding 830.000 barel minyak dan 1,15 barel setara minyak pada 2016.
Dengan melihat segala situasi itu, Presiden Jokowi menuturkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 akan disusun dengan kredibel, berdaya tahan dan berkelanjutan.
"Asumsi dasar yang ditetapkan tersebut mencerminkan kondisi perekonomian terkini serta memperhatikan proyeksi perekonomian mendatang sehingga diharapkan akan lebih realistis dan kredibel," kata Presiden.
Asumsi Makroekonomi RAPBN 2017
Pertumbuhan Ekonomi | 5,3% |
Inflasi | 4% |
SPN 3 Bulan | 5,3% |
Nilai Tukar | Rp13.300 per US$ |
Harga Minyak | US$45 per barel |
Lifting Minyak | 780.000 BOPD |
Lifting Gas | 1,155 juta BOEPD |
Sumber: Pidato Presiden, Selasa (16/8/2016).