Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daya Saing Ekspor Manufaktur Masih Rendah

Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal memproyeksikan paruh waktu ini laju ekspor tidak akan menunjukkan peningkatan signifikan karena belum terlihat perubahan transformasi secara struktural dari komoditas dan produk manufaktur.

Bisnis.com, JAKARTA--Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal memproyeksikan paruh waktu ini laju ekspor tidak akan menunjukkan peningkatan signifikan karena belum terlihat perubahan transformasi secara struktural dari komoditas dan produk manufaktur.

Di sisi lain, kerjasama perdagangan yang telah diteken hanya menghapuskan hambatan agar ekspor barang dalam negeri dapat mudah masuk ke negara lain. Dia menilai hambatan terbesar dalam ekspor adalah daya saing barang yang masih rendah.

“Manufaktur yang bisa genjot ekspor berkualitas. Tapi sampai akhir tahun ini belum berubah. Padahal, ekspor mau mengalami peningkatan dengan manufaktur,” ucapnya, di Jakarta, Kamis (11/9/2016).

Badan Pusat Statistik mencatatkan ekspor manufaktur pada Januari 2016 hingga Juni 2016 turun 4,73% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dari US$56,397 miliar menjadi US$53,727 miliar. Disusul eksporpertambangan 11,34% senilai US$7,887 miliar dan ekspor sektor pertanian 2,02% senilai US$1,400 miliar.

Kemudian, ekspor tambang dan lainnya sebesar US$10,325 miliar atau 11,34% dan ekspor pertanian US$1,400 miliar atau 2,02%.

Menurutnya, ekspor manufaktur sulit bersaing dengan negara lain disebabkan tidak efisiennya biaya energi, administrasi, birokrasi, upah pekerja, dan biaya logistik. Permasalahan lainnya yang dia soroti dari kerjasama perdagangan internasional terkait hambatan nontarif yang kerap mematikan produk unggulan dala negeri.

Faisal mengatakan hambatan nontarif biasanya bersembunyi di peraturan domestik negara tujuan ekspor seperti masalah keamanan dan lingkungan. Hal itu biasa terjadi di negara maju yang memiliki riset lebih dalam.

Dia berpendapat negara berkembang harus mulai menyuarakan kesetaraan dalam kerjasama perdagangan dengan negara maju sehingga tidak berada dalam posisi yang lemah.

“Memang tarifnya turun tapi ekspor dalam 5 tahun terakhir anjlok karena faktor tuduhan isu lingkungan, seperti sawit. Di balik itu, mereka [negara tujuan ekspor] melindungi produk subtitusi yang mereka punya,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Veronika Yasinta
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper