Bisnis.com, SEMARANG - Anomali cuaca berupa La Nina pada Juli-September tahun ini belum bisa menutup kekurangan produksi kopi akibat imbas musim kemarau berkepanjangan atau El Nino pada tahun lalu.
Semestinya, La Nina yang terjadi di Indonesia membawa berkah bagi pertanian, termasuk petani kopi. Namun demikian, merosotnya produksi kopi akibat El-Nino tahun lalu tidak bisa menutup kekurangan produksi kopi itu sendiri.
Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Tengah Moelyono Soesilo mengatakan eksportir kopi belum bisa merasakan dampak positif atas La Nina yang semestinya membuat tanaman kopi lebih bagus ketimbang tahun lalu.
Menurutnya, dari sisi produksi kopi secara nasional menurun 45% dari sebelumnya yang mampu menghasilkan 160.000-170.000 ton pada semester I tahun lalu, namun tahun ini hanya 72.000 ton dalam periode sama 2016.
Sementara itu, produksi kopi di Jateng pada semester I/2015 mencapai 3.000 ton, namun periode sama tahun ini hanya menghasilkan produksi kopi 1.420 ton.
Penurunan produksi kopi, katanya, diakibatkan oleh musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan pembuahan kopi mengalami keterlambatan.
“Makanya, saya bilang La Nina tahun ini yang semestinya menghasilkan produksi lebih banyak tidak bisa mendongkrak defisit kopi,” paparnya, Rabu (27/7/2016).
Daerah di Jateng yang mampu memproduksi kopi yakni Temanggung, Wonosobo, Pati, Purbalingga dan Kabupaten Semarang. Menurut Moelyono, produksi kopi tergantung dengan cuaca yang normal seperti pada tahun sebelumnya.
Kendati mengalami defisit, katanya, pasokan kopi dalam negeri masih bisa diekspor ke pelbagai negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, Eropa, Jerman, Belanda, Inggris, Arab Saudi, Mesir dan sejumlah negara di Eropa.
Adapun, permintaan kopi terbanyak di tingkat Asia meliputi Malaysia dan Filipina. Saat ini, pasokan kopi dalam negeri berkisar 30.000 ton, yang bisa bertahan selama 3 bulan mendatang. Dalam kondisi normal, pasokan kopi bisa menembus angka 80.000 ton.
Ketua Gabungan Kelompok Petani Kopi Lereng Gunung Kelir Kabupaten Semarang Ngadiyanto menyatakan produksi kopi memang dipengaruhi oleh cuaca dalam negeri. Jika tidak ada anomali cuaca, katanya, produksi kopi akan sesuai dengan harapan.
Sebaliknya, jika musim hujan berkepanjangan menyebabkan pembuahan kopi akan mengalami kemunduran dari jadwal yang biasanya jatuh pada September. “Patokannya pada musim. Kalau bagus, produksi kopi bisa semakin banyak,” terangnya.
Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia dan dunia mengakibatkan petani enggan berspekulasi untuk menanam kopi lebih banyak. Menurutnya, panen kopi diwilayahnya secara keseluruhan bisa menembus 1.100 ton per tahun. Adapun, panen kopi yang bisa dikelola oleh Gapoktan hanya 120 ton/tahun.