Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom: Bank Infrastruktur Syariah Dinilai Belum Mendesak

Rencana pemerintah untuk mendirikan bank syariah khusus untuk pembiayaan infrastruktur dinilai belum terlalu mendesak. Apalagi dana yang disiapkan pemerintah sebesar US$200 juta dianggap kecil.
Kepala Pusat Studi Ekonomi & Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A. Tony Prasetiantono. / Bisnis -dwi prasetya
Kepala Pusat Studi Ekonomi & Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A. Tony Prasetiantono. / Bisnis -dwi prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk mendirikan bank syariah khusus untuk pembiayaan infrastruktur dinilai belum terlalu mendesak. Apalagi dana yang disiapkan pemerintah sebesar US$200 juta dianggap kecil.

Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan anggaran sebesar itu tidak cukup untuk mendirikan bank yang fokus ke infrastruktur.

Dia menyarankan pemerintah untuk fokus membesarkan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang memang fokus pada pembiayaan di sektor tersebut.

"Saya pikir itu tidak terlalu mendesak. Dana US$200 juta bukanlah dana yang cukup besar untuk mendirikan suatu bank, apalagi yang fokus ke infrastruktur. Lebih baik pemerintah lebih fokus untuk membesarkan PT SMI yang memang ditugaskan mendanai proyek infrastruktur dengan cara menghimpun dana jangka panjang," katanya kepada Bisnis.com di Jakarta, Selasa (19/7/2016).

Bank Infrastruktur Syariah atau Islamic Infrastucture Bank (IIB) merupakan proyek kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Islamic Development Bank (IDB). Bank ini rencananya didirikan di dua negara, di yakni Indonesia dan Turki.

Pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pembentukan IIB masih menunggu perkembangan dari IDB. Soal investasi Indonesia dalam pembentukan bank ini, Bambang mengatakan dana yang disiapkan paling sedikit USD200 juta

"Paling minimal US$200 juta, tapi nilainya bisa jadi akan ditambah. Kami tunggu perkembangan dari IDB," katanya.

Selain itu Bambang membenarkan keterlibatan Arab Saudi dalam pembentukan bank multilateral ini. Namun, negara petrodollar tersebut hanya akan menjadi pemegang saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Abdul Rahman
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper