Bisnis.com, Jakarta— Pemerintah terus mendorong peran swasta dalam bidang perdagangan internasional ke negara-negara berkembang di Afrika dan Asia.
R.M. Dewo Broto Joko, Direktur Politik Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, mengatakan kerjasama pembangunan ekonomi Indonesia dengan negara di kedua benua itu sudah berjalan melalui Kerjasama Selatan-Selatan dan Tringular.
Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 menjadi titik balik Indonesia mendukung pencapaian kemandirian pembangunan di negara-negara yang baru merdeka kala itu. Saat ini, peran kerjasama dalam pembangunan ekonomi di Asia dan Afrika lebih banyak dilakukan oleh kementerian/lembaga.
Potensi kerjasama perdagangan sangat besar seperti di Afrika yang mana rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 7%. Menurutnya, produk-produk asal Indonesia juga menjadi primadona di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika karena harganya murah tapi memiliki kualitas tinggi.
“Produk yang disukai banyak. Sekarang yang laku itu seperti sabun cuci, sarung, mesin pertanian. Mesin pertanian cocok dengan mereka dan lebih murah,” katanya di Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Dia menuturkan pemerintah siap memfasilitasi swasta yang akan melakukan kegiatan niaga ke negara-negara tersebut. Pemerintah siap melakukan perjanjian perdagangan dengan negara yang dituju. Selain itu, pemerintah juga menawarkan fasilitas pembiayaan melalui Indonesia eximbank.
“Swasta memang bisa saja langsung [ekspor] ke negaranya, silakan. Tapi kan negara mencoba memfasilitasi untuk penetrasi pasar, kalau kesulitan kita bisa bargain dengan negaranya,” ucapnya.
Direktur Perpajakan Internasional Kementerian Keuangan Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengatakan swasta juga semakin dimuluskan untuk melakukan ekspor di negara berkembang Asia-Afrika dengan insentif pajak yang disediakan pemerintah melalui tax treaty.
Tax treaty merupakan perjanjian perpajakan antara dua negara yang diselenggarakan untuk meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Beberapa negara yang telah memiliki tax treaty dengan Indonesia seperti Pakistan, Mesir, Sudan, Tunisia, Sri Lanka, Bangladesh, Afrika Selatan, dan Vietnam. Kamboja dan Laos juga menjadi negara sasaran tax treaty selanjutnya.
“Ini untuk perlindungan cashflow melakukan bisnis disana, untuk terhindar pengenaan pajak berganda. Negara yang tidak punya tax treaty,high risk bagi investor Indonesia,” ujarnya.