Bisnis.com, AMBON - Lahan atau pertanahan masih menjadi masalah yang mengganjal terciptanya penanaman investasi di daerah.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku, Edwin Adrian Huwae mengatakan, munculnya konflik pertanahan di tengah masyarakat sebenarnya menjadi salah satu penghambat program investasi di daerah.
"Problem pertanahan itu bukan saja terjadi di Maluku, tetapi hampir di seluruh Indonesia. Konflik tanah cukup tinggi dan di satu sisi sebenarnya menghambat investasi," katanya, di Ambon, Minggu (26/6/2016).
Provinsi Maluku dan daerah lain di Indonesia tidak bisa dibangun hanya dengan menggunakan sumber anggaran dari pemerintah karena memang tidak cukup dan lebih dibutuhkan modal swasta dalam berinvestasi meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Dengan modal investasi swasta yang lebih banyak tentunya akan membuka lapangan pekerjaan baru, dan soal konflik pertanahan di Maluku relatif banyak karena ini wilayah yang masuk dengan status hak ulayat sehingga tidak mudah.
"Saya baru menerima surat tembusan dari Kapolda Maluku yang mengingatkan pemerintah daerah untuk bisa memberi perhatian terhadap konflik pertanahan yang terjadi di masyarakat, karena terkadang satu perusahaan sudah membayar kepada satu pihak, tetapi yang lain juga melakukan komplain sehingga ini merupakan satu hal yang menghambat proses pembangunan," tandas Edwin.
Kalau ada informasi data hak ulayat itu tersimpan pada perpustakaan di Negeri Belanda, sebenarnya itu terlalu jauh karena masing-masing negeri di Maluku, dari pendekatan hukumnya ada punya sejarah dengan penjajahan Belanda yaitu negeri yang punya hak dati atas tanah.
Hak dati ini lebih banyak di negeri yang penduduknya beragama Kristen, Kecuali Negeri Batumerah yang dahulu ada tanah datinya, tetapi negeri yang lain relatif hak petuanan adatnya, dan sekarang karena pertumbuhan masyarakat khususnya implikasi dari keluarga yang maikn besar tentu tidak mudah menyelesaikan dalam lingkup keluarga pemilik hak ulayat atas sebidang tanah.
"Kondisi seperti inilah yang justru menjadi bibit dalam konflik pertanahan dan ikut menghambat program pembangunan di mana-mana," ujar Edwin.
Ada sejumlah kasus konflik pertanahan di daerah ini yang membuat pemerintah dan DPRD Provinsi Maluku batal melakukan pembayaran lahan dengan anggaran APBD di antaranya lokasi lahan pelabuhan penyeberangan kapal feri Hunimua-Liang, Kecamatan Salahutu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah.
Kemudian sengketa lahan dermaga penyeberangan kapal feri di Negeri Waai, Kecamatan Salahutu yang muncul belakangan sehingga armada penyeberangan dipindahkan ke pelabuhan penyeberangan Hunimua, Liang.