Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fenomena Brexit Meluas, Pasar Keuangan Negara Berkembang Bisa Terguncang

Otoritas negara berkembang diminta mewaspadai guncangan terhadap pasar keuangan di Asia pascakeluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa.
Reaksi pendukung Inggris untuk bertahan di Uni Eropa I'm In setelah melihat hasil penghitungan sementara referendum Inggris. Reuters/Rob Stothard/Pool
Reaksi pendukung Inggris untuk bertahan di Uni Eropa I'm In setelah melihat hasil penghitungan sementara referendum Inggris. Reuters/Rob Stothard/Pool

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas negara berkembang diminta mewaspadai guncangan terhadap pasar keuangan di Asia pascakeluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa.

Investor kini mewaspadai potensi gelombang keluarnya negara-negara lainnya yang bisa membuat disintegrasi entitas regional tersebut.

Ekonom DBS Bank Philip Wee menyatakan, transmisi dampak negatif Brexit pada Jumat (24/6/2016), baru merupakan gelombang pertama. Menurutnya, ancaman terbesar justru datang apabila tren referendum meluas di Benua Biru.

Unsur ketidakpastian kembali meninggi di pasar keuangan global. “Pengaruhnya terhadap ekonomi masih belum pasti. Pasar menjadi cair. Nilai tukar selain yen akan terguncang apabila negara-negara UE lain turut menggelar referendum, maka euro akan jatuh,” kata Wee dalam keterangan tertulisnya.

Sesaat setelah kubu leave dipastikan mengungguli kubu remain yang kemudian diiringi oleh momen dramatis pengunduran diri PM Inggris David Cameron, kelompok politisi sayap kanan di sejumlah negara Eropa mulai menunjukkan suara untuk mengikuti jejak Inggris meninggalkan Eropa.

Tercatat, anggota Parlemen Belanda mulai mengampanyekan hal tersebut, sedangkan istilah Byegium yang serupa dengan Brexit mulai ramai diperbincangkan.

Wee menambahkan, hanya yen Jepang dan dolar Amerika Serikat yang kini menjadi safe haven, setelah pasar saham dan nilai tukar di kawasan bertumbangan.

Dari sisi moneter, bank yang berbasis di Singapura ini menyakini Bank Sentral Eropa akan bersifat konservatif dengan tidak terlalu mempermasalahkan rontoknya pound sterling jika harga minyak jatuh dan ancaman deflasi kembali membayangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Arys Aditya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper