Kabar24.com, JAKARTA - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifah mengungkapkan perlunya pembebasan iuran BPJS merupakan upaya untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Ledia mengungkapkan penetapan siapa yang berhak untuk meerima pembebasan BPJS masih menjadi persoalan pemerintah, sampai penetapan data terakhir berbasis tahun 2015 akurasi dan validasi data masih banyak ditemukan kelemahan.
"Berbagai laporan yang diterima kami di Komisi VIII, berdasarkan temuan lapangan, menunjukkan validasi dan akurasi data tentang orang miskin banyak bermasalah. Misalnya mereka yang tak mampu tak terdaftar, mereka yang mampu terdaftar, ada yang sudah wafat tetap terdaftar, ada yang terdaftar ganda mendapat dua kartu BPJS dan KIS dan sebagainya," ujar Ledia, Rabu (22/6/2016).
Problem pendataan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini menurut Ledia akan menghambat proses penanggulangan kemiskinan secara mendasar karena tidak tepat sasaran dan berpotensi memunculkan "gesekan" di tengah masyarakat
"Masyarakat yang mendapati ketidakakuratan akan curiga ada permainan data, kesal dan komplain pada pemangku kepentingan seperti RT, RW atau Kepala Desa," kata Ledia
Repotnya para pemangku kepentingan terdepan seperti RT, RW atau Kepala Desa sendiri secara khusus tidak dilibatkan dalam proses pendataan ini sehingga merekapun harus terkena "getahnya".
Dalam rapat dengar pendapat dengan pihak Kementrian Sosial (21/6) aleg FPKS ini menyatakan dalam proses pemutakhiran verifikasi dan validasi data penerima bantuan iuran tahun 2017 hal-hal semacam ini diminta untuk tidak terulang lagi.
Dengan perkiraan tambahan penerima bantuan iuran sekitar 2 juta jiwa, ujarnya, dan peningkatan anggaran pemutakhiran data sekitar Rp60 miliar, problem pendataan tahun-tahun sebelumnya seharusnya dapat diatasi.
"Para penerima bantuan harus jelas terdata by name by address dan prosesnya kami harap melibatkan unsur RT, RW atau Kepala Desa untuk meningkatkan akurasi dan validasi data." tegasnya.