Bisnis.com, JAKARTA - Kecenderungan pabrik beroperasi di bawah kapasitas membuat Industri manufaktur gagal tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi di awal 2016.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan industri pengolahan tumbuh 4,59% pada kuartal I/2016. Pertumbuhan industri pengolahan non-migas, yang dijadikan acuan Kemenperin dalam mengukur kinerja manufaktur, hanya tumbuh 4,46%.
Laju ekspansi tersebut lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,92% padahal sejak 2012 industri manufaktur selalu tumbuh di atas pertumbuhan PDB di triwulan pertama.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat sebetulnya keadaan bisnis tahun ini tidak seburuk tahun lalu meskipun dia mengakui pabrik-pabrik masih belum beroperasi dalam kapasitas penuh.
“Permasalahannya setelah keadaan pasar tahun lalu kebanyakan pabrik menurunkan penggunaan kapasitas. Di lihat dari sisi jumlah usaha sebetulnya tidak ada yang sampai tutup, seperti tahun lalu,” katanya kepada Bisnis, Selasa (10/5/2016).
Namun, dia mencemaskan indikator penurunan permintaan yang dialami oleh pelaku usaha di industri makanan dan minuman pada Maret dan April.
“Permintaan turun padahal mau Lebaran. Ini setelah Januari dan Februari mereka menikmati pertumbuhan. Industri makanan dan minuman ini kan bisa jadi indikator utama konsumsi,” kata Hariyadi.
Kemenperin tahun ini menargetkan industri manufaktur non-migas tumbuh 5,7% setelah tahun lalu tumbuh 5,04%.
Kontribusi industri pengolahan non-migas diharapkan mencapai 18,5% pada 2016 dan menyerap sekitar 16 juta tenaga kerja.