Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam lima tahun terakhir ternyata stagnan bahkan cenderung turun.
Data yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa kinerja ekspor yang pada 2011 mencapai US$13,17 miliar terus merosot hingga hanya US$12,33 miliar pada 2015. Hal ini berbanding terbalik dengan kinerja impor yang naik dari US$6,52 miliar pada 2011 menjadi US$6,95 miliar pada 2015. Dengan demikian praktis membuat surplus perdagangan TPT terus turun.
Melihat fenomena seperti ini, Ikatan Alumni Institut Teknologi Tekstil–Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA ITT-STTT) menyatakan pemerintah harus lebih berupaya untuk menyinergikan seluruh sektor industri TPT dari hulu ke hilir.
Ketua Umum IKA ITT-STTT Suryaman Sastomi mengatakan upaya pemerintah dengan memberikan berbagai kemudahan dan keringanan investasi hanya menarik pemodal dengan mesin jahit, yang setiap saat bisa hengkang seenaknya. “Gembar-gembor ekspor TPT saat ini kelihatannya hanya dinikmati segelintir pengusaha broker dan penjahit, belum dinikmati oleh semua sektor pada industri TPT,” ucapnya, Rabu (27/4/2016).
Pihaknya menilai dalam beberapa tahun terakhir ini para pengusaha TPT hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri dan tidak bersatu untuk melawan pesaing. “Sepertinya rasa nasionalisme sudah luntur, padahal pada era 1970-1980 atau masa puncak kejayaan TPT unsur utama keberhasilan adalah karena mengolah optimal kemampuan domestik," katanya.
Untuk itu pihaknya mengimbau industri garmen untuk mengurangi ketergantungannya pada bahan baku impor. Namun, hal berbeda disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia Redma Gita Wirawasta. Dia menyatakan seharusnya pasar domestik menjadi tumpuan utama.
“Pasar domestik harus berperan sebagai safety and guaranteed market bagi produk dalam negeri. China, India, Brasil dan Turki melakukan itu, kebijakan apapun mereka keluarkan demi melindungi pasar domestiknya,” ucapnya.
Menurut Redma, konsumsi TPT pada 2015 memang tidak seperti yang diharapkan, tetapi jika pemerintah melindungi pasar domestik seperti yang dilakukan India, Turki dan Brasil, minimal kinerja industri TPT nasional tidak terpuruk. “Minimal tidak ada PHK. Namun, dalam beberapa tahun terakhir justru barang impor yang merajai pasar domestik," lanjutnya.
Upaya menjadikan pasar domestik sebagai rumah bagi produk lokal selalu terganjal oleh para importir yang memang hidup dari keuntungan impor barang. Para importir ini bahkan dituding berlindung di balik label produsen hingga pemerintah sulit membedakan mana importir pedagang mana importir produsen.
“Jadi upaya untuk mengurangi barang impor hanya wacana, mungkin memang dikondisikan seperti itu, pesanan importir,” kata Redma.