Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDEF: Defisit Anggaran dalam RAPBN-P 2016 Jangan Diperlebar

Pemerintah diimbau tak melebarkan defisit anggaran terlalu besar dalam rancangan anggaran penerimaan dan belanja negara perubahan 2016 karena akan berdampak negatif terhadap pasar keuangan nasional.
Didik J. Rachbini/Antara
Didik J. Rachbini/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diimbau tak melebarkan defisit anggaran terlalu besar dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan 2016 karena akan berdampak negatif terhadap pasar keuangan nasional.

Didik J. Rachbini, Presiden Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan pemerintah tak boleh menetapkan defisit anggaran terlalu lebar. Alasannya, pemerintah akan berutang lebih banyak untuk menambal selisih antara belanja yang terlalu besar dibanding penerimaan.

“Nanti harus menerbitkan surat utang, kalau surat utang terlalu banyak ditawarkan tidak laku, bunganya akan naik,”katanya di Kantor Wakil Presiden, Selasa (12/4/2016).

Menurutnya, beban biaya utang yang tinggi bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang justru ingin menurunkan bunga ke level yang lebih rendah.

Dia menyarankan pemerintah lebih berfokus pada efisiensi pos belanja negara yang tak signifikan mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, dia berpendapat, pemerintah memiliki banyak ruang inefisiensi yang beragam.

“Misalnya dana daerah banyak yang tidak dipakai, pembangunan kantor juga bisa dihemat 5%-10%. Intinya pengeluaran harus dikendalikan,”sebutnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, pemerintah memutuskan melebarkan persentase defisit dari semula 2,1% menjadi 2,5% dalam RAPBNP 2016 demi mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan, untuk mempertahankan level pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi, baik dari pemerintah maupun pihak swasta.

Di sisi lain, pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini menyebabkan penerimaan negara tak setinggi yang diharapkan. Oleh karena itu, pemerintah perlu menambah utang negara guna menambal selisih biaya investasi yang diperlukan demi mendongkrak laju ekonomi tahun ini di angka 5,3%.

“Selisih haruslah menambah [anggaran] dengan utang atau lainnya, dengan itu artinya defisit naik,”ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Kamis (7/4/2016).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lavinda

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper