Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPK: Kementerian Membandel, Aset yang Disetor ke Kas Negara Hanya 10%

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melaporkan baru ada 10% atau senilai Rp970,15 miliar yang menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara atas permasahan ketidakpatuhan yang berdampak finansial oleh entitas negara.
Ketua BPK Harry Azhar Azis. /jibi
Ketua BPK Harry Azhar Azis. /jibi

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melaporkan baru sekitar 10% atau Rp970,15 miliar institusi negara yang menyerahkan aset ke kas negara akibat ketidakpatuhan yang berdampak negatif terhadap keuangan negara.

Total temuan permasalahan ketidapatuhan entitas negara sebanyak 2.537 masalah yang berdampak finansial senilai Rp9,87 triliun. Nilai tersebut terdiri atas kerugian negara sebesar Rp710,91 miliar, potensi kerugian negara senilai Rp1,15 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp8 triliun.

“Kalau ditotal permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp11,49 triliun termasuk yang tidak berdampak finansial,” kata Kepala BPK Harry Azhar Aziz, Selasa (12/4/2016).

Sementara itu, ada 4.021 permasalahan ketidakpatuhan yang tidak berdampak finansial terdiri atas 1.121 penyimpangan administrasi dan 2.900 ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp1,61 triliun.

Lebih rinci, BPK menyebutkan kekurangan penerimaan negara pada Kementerian Keuangan berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPM), cukai, pajak rokok dan denda adminstrasi senilai Rp834,80 miliar. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pertambangan sektor minerba dan PBB Tubuh Bumi menyumbang kekurangan Rp308,42 miliar.

BPK juga melakukan pemeriksaan atas pengelolaan belanja terhadap 16 kementerian dan lembaga (K/L) dengan temuan terjadi kelebihan pembayaran atas kekurangan volume di 9 paket pekerjaan senilai Rp14,66 miliar.

“Itu di antaranya berasal dari pengadaan bahan konstruksi jalan kereta api, pekerjaan stabilisasi tanah, konstruksi jalan rel, dan struktur atas jembatan rangka baja,” ucapnya.

Anggota dari Fraksi Partai Nasdem Akbar Faisal mengatakan hasil laporan dari BPK menimbulkan optimisme secara keseluruhan terhadap progres pemeriksaan keuangan. Dia berharap laporan BPK sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Saya berharap jangan sampai ada lagi daerah yang pemerintahnya dicokok aparat hukum padahal Laporan hasil Pemeriksaan disebut clear atau WTP/WDP,” katanya.

BPK menyebutkan adanya peningkatan kenaikan jumlah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sejumlah 18% atau sebanyak 252 LKPD.

Harry menambahkan pemeriksaan BPK juga menyasar bidang pembangunan yang dilaksanakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. BPK menyoroti program pemberdayaan masyarakat kampung dan pembangunan manusia di Papua.

Hasil pemeriksaan terhadap pengelolaan dana otonomi khusus atas 8 pemda di Provinsi Papua dan papua Barat menunjukkan kedunanya belum sepenuhnya memiliki perencanaan pembangunan dan rencana tata ruang wilayah. “Regulasi dan kebijakan Pemprov Papua Barat belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan otonomi khusus dan percepatan pembangunan,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Veronika Yasinta

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper