Bisnis.com, JAKARTA--Konon pada 1980-an, hamparan kebun teh di Kawasan Puncak, Cisarua, Jawa Barat, hanyalah hamparan tumbuhan yang sedap dipandang dari kejauhan. Tak ada yang dapat memasuki kawasan tersebut kecuali pekerja kebun dan direksi perusahaan pengelola.
Hingga setelah PT Perkebunan Nusantara XI, XII, dan XIII dilebur menjadi PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), ide mewujudkan wisata agro dari kebun teh ini muncul. Maka kebun yang tadinya hanya disinggahi pengelola, sekarang mendatangkan lebih dari rata-rata 1.500—3.000 pengunjung setiap hari.
Pendapatan PTPN VIII pun akhirnya justru memuncak bukan dari penjualan teh yang harganya mengikuti harga komoditas global, tetapi dari serbuan pengunjung untuk berwisata. Setelah PTPN VIII, pemain swasta pun bermunculan membuka wisata agro hasil kreasinya sendiri.
Wisata Agro dimaknasi sebagai aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan dan komoditas pertanian, atau fasilitas terkait yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Jenisnya cukup banyak, tergantung komoditas apa yang ingin ditonjolkan.
Ketua Umum Asosiasi Wisata Agro Indonesia (AWAI) Hibran S. Turangan mengisahkan wisata agro pada dasarnya adalah konsep menggabungkan wisata dengan pendidikan yang dia sebut edutainment. Maksudnya, pengunjung diberikan wawasan sambil berwisata, bukan dengan setumpuk teori seperti di bangku sekolah.
Hibran menjelaskan, wisata agro memang bisa sangat spesifik, tergantung keinginan si pemilik atas apa yang ingin dia hadirkan untuk diperkenalkan pada masyarakat. Di sekitar Jakarta misalnya, selain Kebun Teh Gunung Mas, masyarakat juga mengenal Wisata Agro Mekarsari yang memajang taman buah-buahan.
“Pada dasarnya memang dunia pertanian yang kita gabungkan dengan kegiatan wisata. Dengan adanya wisata agro, masyarakat umum dapat mengunjungi lokasi, mengetahui dan merasakan langsung pengalaman yang disuguhkan di tempat tersebut,” ujarnya.
Hibran juga merupakan pemilik dan Direktur Utama Kebun Wisata Pasir Mukti, Cibinong, Jawa Barat. Di kebun wisata miliknya, dia menampilkan beragam jenis tanaman mulai dari tanaman perkebunan, tanaman sayuran, bunga, dan buah-buahan.
Di lahan seluar 65 hektare miliknya, Hibran pun bekerja sama dengan petani untuk dapat mengelola sawah. Di sayap kanan kebun, Bisnis juga melihat ada arena paintball, tempat berkemah, hingga area dengan luasan tertentu untuk berkumpul keluarga maupun menjadi pilihan kegiatan out bond kantor.
Pendapatan wisata agro pun tak hanya dari ‘jualan’ komoditas pertanian. Hibran menyebut pendapatannya dari aspek pendukung seperti restoran, penginapan, dan pemandu wisata, menopang omset Kebun Wisata Pasir Mukti.
Pesatnya pertumbuhan wisata agro pun menuntut pemandu wisata agro yang harus memiliki keahlian spesifik.
Syukur Iwantoro, Ketua Komisi Wisata Agro Kementerian Pertanian menyebut saat ini antarpemilik objek wisata agro bahkan berebut mencari pemandu wisata agro.
“Pemandu wisata agro memiliki kompetensi berbeda. Maka dibentuklah Lembaga Sertifikasi Profesi khusus pemandu wisata agro, ada pelatihannya, sehingga pemandunya bersertifikat,” papar Syukur.
Dia menjelaskan, saat ini bahkan terdapat salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) di Subang yang memiliki jurusan pemandu wisata agro. Ke depan, profesi ini diharapkan menjamur seiring bertumbuhkan industri wisata agro di Tanah Air.
POTENSI BESAR
Sementara itu, Teguh Suprijanto, Konsultan Wisata Agro yang telah mengembangkan sejumlah kawasan menyebut potensi yang dimiliki Indonesia untuk mengembangkan jenis pariwisata ini cukup besar. Dengan promosi yang gencar, dia optimistis investasi di sektor ini akan sangat menguntungkan.
Pertama, Indonesia merupakan negara agraris dengan segudang varietas hasil pertanian. Dia mencontohkan satu jenis buah jeruk saja, bisa memiliki hingga 68 varietas berbeda. Masa berbuahnya pun sepanjang tahun, bukan hanya pada bulan tertentu.
“Kalau kita bicara durian Bangkok dari Thailand, mereka itu hanya mengembangkan empat varietas dan hanya berbuah 2 bulan, sedangkan jenis durian yang dirilis Kementan itu kita punya 78 varietas unggul yang berbuah sepanjang tahun. Namun, Thailand sangat bagus mempromosikan produk-produknya,” kata Teguh.
Dia mendorong pemerintah dapat mengembangkan sentra durian layaknya yang dimiliki Negeri Seribu Pagoda. Pemerintah negara itu menyiapkan lahan minimal 10 ha untuk dapat digunakan petani menanam komoditas tertentu, termasuk durian.
Kedua, konsep wisata agro bisa dikembangkan oleh siapapun dengan mengedepankan setiap budi daya baik tanaman hortikultura, perkebunan, tanaman pangan, hingga peternakan, dan perikanan.
Dia mencontohkan di beberapa lokasi wisata di mana pengunjung harus membayar untuk mendapat pengalaman menanam padi, memetik buah-buahan, memberi makan kopi pada luwak, hingga menangkap belut untuk santapan.
Pusat-pusat wisata agro pun terus berkembang. Teguh menyampaikan beberapa lokasi wisata bahkan menjadi sumber kemacetan kendaraan karena padatnya pengunjung. Dia mencatat saat ini ada sekitar 200 lokasi wisata agro di berbagai penjuru Nusantara.
Ke depan, Teguh, bersama AWAI dan Kementan akan segera merumuskan konsep terbaru soal pengembangan investasi wisata agro. Targetnya, investasi ini dapat berkembang seiring program pemerintah untuk dapat menggenjot devisa dari sektor pariwisata.