Bisnis.com, JAKARTA – Setelah mengalami penurunan keterisian kargo udara pada antara Januari-Februari 2016 akibat libur Imlek, kini keterisian kargo kembali menguat hingga 47% pada Maret 2016.
Vice President Garuda Indonesia Cargo Hari Agung mengatakan, pada awal tahun antara Januari sampai dengan Februari keterisian (load factor) kargo udara Garuda Indonesia memang tak mencapai target. Pasalnya, dari target 46% keterisian, dua bulan lalu Garuda Indonesia Cargo hanya mampu mencapai keterisian sekitar 42%.
“Sewaktu Januari-Februari hanya tercapai 42% karena itu seusai liburan akhir tahun, lalu Februari ada Imlek, jadi otomatis agen-agen banyak yang juga libur sehingga load factor tak mencapai target,” ujar Hari kepada Bisnis, Kamis (17/3/2016).
Memasuki awal Maret tingkat keterisian semakin bertambah. Hari mengaku saat ini tingkat keterisian dari 42% sudah mencapai 47%. Hari mengungkakan guna mensinergikan kinerja angkutan barang antar daerah, pihak Garuda Indonesia Cargo juga sudah melakukan pembahasan dengan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) yang dikoordikasikan oleh Kementerian BUMN.
“Pembahasan di BUMN tentunya bersama Pelindo [PT Pelabuhan Indonesia] juga PT Pos Indonesia soal sinergi kegiatan logistik dengan tujuan bisa menjadi integrator satu sama lain,” terangnya.
Hari menuturkan ketika tingkat keterisian terbilang sepi, namun pengiriman bahan baku primer tidak pernah mengalami penundaan. Adapun penundaan pengiriman hanya berlaku pada komoditas sejenis garmen atau barang sekunder lainnya. Hari optimistis memasuki pertengahan tahun tingkat keterisian kargo akan semakin bertambah.
Sebelumnya di tempat terpisah pada awal Maret 2016, Direktur Utama Citilink Indonesia Albert Burhan menyatakan pada Januari-Februari kemarin keterisian kargo udara Citilink memang sempat mengalami penurunan.
“Kalau Citilink memang untuk keterisian kargo bulan Februari jika dibandingkan tahun lalu sedikit menurun, tetapi ini karena memang low season. Kami optimistis bulan Maret ini akan meningkat lagi,” jelas Albert.