Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menolak pungutan royalti kepada pelaku usaha yang berlisensi Izin Usaha Industri (IUI).
Jonathan Handojo, Wakil Ketua AP3I, mengatakan pungutan royalti tersebut sebaiknya dikenakan ke pelaku usaha tambang dan bukan dikenakan ke pelaku usaha berlisensi IUI.
"Namanya royalti dikenakan ke pelaku usaha yang mengambil hasil bumi. Nah, ini kami kan industrinya. Produk mineral yang kami beli sudah kena royalti dari mereka pelaku usaha tambangnya," ujarnya di Kantor Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), Jumat (4/3/2016) malam.
Oleh karena itu, pihaknya menolak jika pelaku usaha berlisensi IUI turut ikut dikenakan pungutan royalti. Namun, lanjutnya, jika pungutan itu dikenakan kepada pelaku tambangnya maka bisa saja upaya tersebut dilakukan.
Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan besaran royalti hasil produksi mineral mentah yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan Kementerian ESDM sedang mencari cara menambah penerimaan negara. Salah satu ide yang tercetus adalah menaikkan pungutan royalti dari mineral mentah. "Kenaikan royalti merupakan faktor optimalisasi penerimaan negara. Saya sedang cari caranya bagaimana," katanya.
Dia menilai upaya ini juga menjadi cara untuk mendorong perusahaan yang selama ini menghasilkan mineral mentah melakukan pengolahan dan pemurnian. Apabila tidak mendekati smelter maka perusahaan akan membayar terus ore royaltinya.
Pada akhir bulan lalu, Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan penerimaan daerah dari smelter meleset. Pasalnya, prognosa penerimaan daerah 2016 dari beroperasinya satu smelter di Sulawesi Tengah mencapai Rp400 miliar. Namun faktanya hal tersebut sulit terealisasi. "Apa yang kami bayangkan ternyata berbeda. Ini karena smelter itu pakai izin dari Kementerian Perindustrian (izin usaha industri/IUI)," katanya.