Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia menyatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi tahun lalu menyebabkan konsumsi tepung terigu nasional turun 2,19% dibandingkan 2014.
Franciscus Welirang, Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), menyatakan konsumsi tepung terigu domestik pada tahun lalu hanya mencapai 5,51 juta metric ton, turun jika dibandingkan 2014 yang mencapai 5,63 juta metric ton.
“Penurunannya seperti layaknya pertumbuhan GDP [gross domestic product]. Jadi saya kira mengikuti pertumbuhan normatif,” ujarnya dalam pesan singkat, Rabu (24/2/2016).
Berdasarkan data Aptindo, penurunan konsumsi pada tahun lalu menghentikan kinerja positif empat tahun terakhir. Pada 2011 pertumbuhan konsumsi mencapai 7,12%, dilanjutkan pada 2012 sebesar 8,93% serta 2013 dan 2014 yang masing-masing tumbuh 4,14% dan 5,09%.
Saat ini, lanjutnya, jumlah produsen tepung terigu di dalam negeri mencapai 28 unit dan pada tahun ini akan bertambah tiga unit yang dibangun di Jakarta, Cilegon dan Medan. Dengan demikian, total kapasitas produksi tepung terigu nasional sekitar 11,4 juta metric ton per tahun.
Dari total produksi tepung terigu nasional, lanjutnya, sebanyak 34% diserap oleh 200 perusahaan skala besar untuk memproduksi mie instan, biskuit dan lainnya. Adapun 66% lainnya diserap oleh 55.000 unit perusahaan skala menengah kecil.
Penurunan konsumsi domestik juga memengaruhi penurunan impor biji gandum sebesar 0,3%. Pada tahun lalu, total impor biji gandum yang mencapai US$2,08 miliar didominasi oleh Australia dan Canada dengan masing-masing mencapai US$1,19 miliar dan US$533 juta.
Adapun nilai ekspor tepung terigu pada tahun lalu mengalami penurunan tajam sebesar 11,7%, sementara ekspor produk berbasis tepung terigu justru naik tipis 0,4% menjadi US$608 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
“Ke depan Indonesia akan menjadi pusat industri tepung gandum di kawasan Asia Timur dan ekspor produk berbasis tepung terigu akan mencapai US$1 miliar dalam beberapa tahun ke depan,” katanya.
Kendati demikian, lanjutnya, hingga kini industri tepung terigu merasa didiskriminasikan terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pasalnya, penjualan tepung terigu yang digunakan sebagai bahan baku pakan ternak dikenakan PPN.
Padahal, sesuai sejumlah peraturan pemerintah mengatur PPN pakan ternak ditanggung oleh pemerintah atau dibebaskan. Namun, hingga kini PPN masukan tidak dapat dikreditkan sebesar persentase penjualan, akibatnya dibebankan kepada produsen.