Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Digerus Produk Impor, Omzet IKM Kaos Suci Bandung Anjlok 20%

Omzet industri kecil menengah (IKM) di sentra kaos Suci Kota Bandung semakin tergerus akibat tidak mampu bersaing dengan produk impor.
Pekerja mengemas kaos sebelum dipasarkan di Bandung, Jawa Barat./JIBI-Rachman
Pekerja mengemas kaos sebelum dipasarkan di Bandung, Jawa Barat./JIBI-Rachman

Bisnis.com, BANDUNG - Omzet industri kecil menengah (IKM) di sentra kaos Suci Kota Bandung semakin tergerus akibat tidak mampu bersaing dengan produk impor.

Ketua Koperasi Perajin Kaos Suci Marnawi Munamah mengatakan pada tahun lalu omzet produksi di Sentra Kaos Suci hanya menyentuh angka Rp50 miliar, turun 20% dibandingkan 2014 mencapai Rp60 miliar.

Menurutnya, penurunan omzet salah satunya akibat daya saing produk lokal kalah oleh produk impor yang harganya jauh lebih murah.

"Bahan baku kaos lokal itu masih didapat dari impor, sehingga harganya lebih mahal. Sementara yang impor itu murah dan kualitasnya hampir sama," ujarnya, Kamis (18/2/2016).

Marnawi sendiri belum bisa memperkirakan omzet produksi Sentra Kaos Suci pada tahun ini mengingat Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah berjalan.

Selain itu, perajin di Sentra Kaos Suci mayoritas sulit berinovasi terutama dari penggunaan teknologi produksinya yang masih konvensional.

"Kami belum bisa memastikan keadaan tahun ini, karena saat ini tenaga kerja maupun perajin di Sentra Kaos Suci semakin berkurang," ungkapnya.

Pihaknya juga menyoroti dukungan promosi oleh Pemerintah Kota Bandung juga sangat kurang. Padahal, promosi tersebut sangat penting untuk menjaga daya saing industri kreatif kaos suci.

"Dukungan promosi pemerintah saat ini belum dirasakan oleh para perajin. Oleh karena itu, mereka menggencarkan pemasaran sebisa mungkin agar keberadaan sentra kaos suci tetap bertahan."

Di tempat terpisah, Sentra Rajut Binong Jati Kota Bandung saat ini mengalami kondisi serupa, di mana angka produksi terus menurun sejak 2012.

Koordinator Perajin Sentra Rajut Binong Jati Suhaya Wondo mengatakan keadaan perajin di kawasan tersebut sudah tertekan sejak pemberlakuan ACFTA 2012.

Saat itu, banyak perajin yang gulung tikar dan menjual mesinnya karena produk rajut tidak laku dan banyak saingan produk impor.

"Dampak kelesuan sudah sejak 2012 di mana keadaan ekonomi berubah drastis, banyak yang memberhentikan usaha dan menjual mesin produksinya," ungkapnya.

Suhaya menilai berjalannya MEA saat ini sebenarnya sudah tidak banyak berpengaruh bagi perajin, karena pasarnya memang sudah sulit dikembangkan sejak lama.

Dia mengungkapkan, produksi rajut tidak laku dijual karena masyarakat cenderung memilih produk impor yang murah, selain untuk kebutuhan pokok.

"Kebutuhan pokok terus naik, ya otomatis daya beli menurun. Masyarakat pasti lebih memprioritaskan belanja pangan dari pada sandang," ujarnya.

Daya beli masyarakat yang mengalami penurunan ini secepatnya harus ditinggikan lagi agar produksi rajut bisa terserap banyak.

Di samping itu, Suhaya meminta suku bunga pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) yang saat ini berada di level 9% diturunkan lagi menjadi 4%.

Menurutnya, kendati pemerintah sudah menurunkan hingga level 9% namun hal tersebut masih dianggap tinggi oleh perajin. karena di negara tetangga juga suku bunga hanya mencapai 4%.

Dengan suku bunga yang rendah diharapkan mampu diakses oleh perajin sebagai modal untuk mengembangkan kembali usahanya.

"Dukungan pemerintah terhadap akses pasar pun sangat diperlukan, mengingat selama ini perajin hanya mengandalkan sistem jual putus," tuturnya.

Adapun produksi rajut saat ini hanya mencapai 500 lusin per hari, dari kondisi normal pada 2012 sebesar 1.000 lusin per hari. Jumlah perajin yang bertahan hanya 250 orang, dari sebelumnya 400 orang. "Banyak perajin yang memilih menjadi tukang bangunan karena keterbatasan modal," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper