Bisnis.com, SURABAYA - Pemkab Ngawi dilematis memutuskan lokasi pabrik Maspion karena produsen peralatan rumah tangga dan elektronik itu mengincar lahan persawahan.
Bupati Ngawi Budi Sulistyono mengatakan permintaan perusahaan yang dinakhodai oleh Alim Markus itu didasari atas alasan kedekatan lokasi dengan simpang susun alias interchange tol Ngawi-Kertosono. Namun, jika permintaan itu diluluskan, Ngawi akan kehilangan 20-30 hektare lahan sawah teknis.
"Itu eman (sayang) sekali. Itu sawah teknis, pengairannya bagus. Kita punya masalah penyusutan sawah yang cepat. Tentu itu eman sekali kalau dilepas," ungkap Budi kepada Bisnis seusai dilantik di Gedung Grahadi, Surabaya, Rabu (17/2/2016).
Di sisi lain, Ngawi membutuhkan investasi untuk menyerap tenaga kerja setempat. Budi menuturkan dirinya tengah meminta pendapat Gubernur Jatim Soekarwo tentang masalah ini. "Sebetulnya itu kewenangan kami, tapi kalau kami diberikan wawasan lebih, kan tidak masalah juga," ujarnya.
Pemkab, kata dia, sebetulnya menawarkan lokasi lain sebagai alternatif, tetapi Maspion tetap menginginkan lokasi dekat interchange.
Tiga tahun lalu, bos Maspion Alim Markus menyampaikan niatnya merelokasi pabrik dari Mojokerto ke Ngawi karena perusahaannya tertekan oleh upah minimum yang kian tinggi. Bersama Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kabupaten Pasuruan, Mojokerto, masuk ke dalam ring I dengan level UMK paling tinggi di antara kota/kabupaten di Jatim.
Saat itu, UMK Mojokerto Rp1,7 juta per bulan, sedangkan Ngawi hanya Rp900.000 per bulan. Tahun ini, upah minimum Mojokerto Rp3,03 juta per bulan, sedangkan Ngawi hanya Rp1,33 juta per bulan.