Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendukung implementasi pengembangan kawasan industri penerbangan terpadu (aerospace park) jika regulasi yang memayungi sudah matang dan mencapai kesepakatan.
Koordinator ALFI wilayah Sumatera Utara Khairul Mahalli mengatakan aerospace park memang sudah memiliki blue print besar. Adapun rancangan blue print tersebut meliputi tipe bangunan dalam kawasan hingga regulasi keamanannya.
“Kami melihat pengembangan aerospace park bisa terintegrasi untuk menjamin kemanan lingkungan. Pengembangannya juga bisa diarahkan hingga ke wilayah Timur, tidak hanya di bandara internasional seperti Soekarno-Hatta, Juanda, Ngurah Rai, dan Kualanamu,” ujarnya kepada Bisnis pada Senin (8/2/2016).
Khairul menilai sebagai bagian dari program pemerintah yang juga sudah diamanatkan dalam beleid UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, aerospace park masih belum diwujudkan dalam satu suara.
Wakil Ketua Umum Kadin Sumut itu berpendapat penerapan aerospace park masih mengalami masalah koordinasi. Padahal aerospace park sudah diterapkan di banyak negara Asia Tenggara misalnya Seletar Aerospace Park di Singapura, Bangkok International Airport di Thailand, dan International Aerospace Center di Malaysia.
“Ada kebijakan dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, tetapi masih ada benturan kepentingan pula dari Angkasa Pura I dan II, keduanya BUMN, sementara untuk suara di tingkat provinsi atau daerah akan berbeda lagi,” ungkapnya.
Dalam pandangannya, masalah ketidaksepahaman ini juga makin rumit karena sejumlah masalah penumpang arus barang yang belum terselesaikan. Alhasil, pengembangan aerospace park tak menjadi bagian dari pembahasan yang diprioritaskan.
“Untuk membuat arus barang lancer dan terpadu masih sulit, kami melihat semua permasalahan dalam penerbangan memerlukan harmonisasi regulasi,” tuturnya.
Khairul juga menjelaskan regulasi yang tidak sinergis dan menimpa sejumlah pengusaha arus barang semakin membebani biaya operasional kegiatan logistik. Pemborosan biaya ini kerap dikhawatirkan akan menurunkan daya saing perusahaan logistik di daerah.